Waingapu.Com, Kupang – Tindak kekerasan atau penganiayaan kembali terjadi pada wartawan di NTT. Kali ini menimpa Fabyan Latuan (FL), yang merupakan pemimpin redaksi suara flobamora yang merupakan sebuah media online di kota Kupang. Dia dianiaya sekelompok orang pasca mengikuti konferensi pers yang digelar oleh manajemen PT. Flobamor, Selasa (26/04/2022) pagi jelang siang lalu.
Persitiwa penganiayaan itu tak hanya memantik kecaman dari para pegiat jurnalime namun juga elemen lainnya. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTT juga menyatakan kecaman dan menyerukan agar peristiwa itu diusut dan diproses tuntas aparat penegak hukum. Dalam rilis yang diterima media ini, Rabu (27/04/2022) siang lalu, Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi, memaparkan bahwasanya kekerasan yang dilakukan oleh beberapa oknum merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap kebebasan berdemokrasi di Indonesia.
“Di tengah era kebebasan yang dijamin oleh Negara serta keamanan bagi seluruh elemen masyarakat termasuk Pers, justru kejadian pengeroyokan terhadap saudara FL menunjukan kemunduran cara berdemokrasi yang baik dan aman di NTT. Kekerasan ini justru membahayakan demokrasi. Apapun motif di balik kekerasan ini, hal ini akan berdampak pada pelanggaran kebebasan individu mengakses ruang aman yang dijamin oleh Negara,” papar Umbu Wulang
Tak hanya itu, putera penyair kenamaan Umbu Landu Paranggi itupun menguraikan, serangan, kekerasan dan penganiayaan terhadap insan Pers tentu menyerang demokrasi di Indonesia itu sendiri. Karenanya sebut dia, pelakunya harus diusut, ditindak tegas sesuai aturan dan hukum yang berlaku.
“Bentuk perlindungan hukum terhadap wartawan termasuk saudara FL dalam menjalankan tugasnya tertuang dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia,” tandas Umbu Wulang.
Dalam rilisnya mewakili sikap WALHI NTT itu, Umbu Wulang juga mengemukakan, pasal 8 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 dengan jelas dan tegas mengatur bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum. Sedangkan pasal 18 Undang-undang No. 40 Tahun 1999 mengatur ketentuan pidana dengan memberikan sanksi terhadap barang siapa yang dengan sengaja melawan hukum menghambat fungsi, tugas dan peran wartawan sesuai dengan hak dan kewajiban yang diatur oleh ketentuan perundangan. Dengan adanya undang-undang tersebut merupakan suatu bentuk perlindungan hukum bagi wartawan dalam menjalankan profesinya.
“Pada aparat hukum selain mengusut dan menindak tegas, kami juga dorong perlunya negara meningkatkan upaya pencegahan dengan memberikan perlindungan bagi seluruh elemen warga Negara. Selain itu meminta organisasi profesi wartawan beserta seluruh elemen masyarakat sipil untuk mengawal kasus ini sampai tuntas. Selain itu meminta DPRD sebagai wakil rakyat turut serta mengawal kasus ini,” pungkas Umbu Wulang.
Sebagaimana diberitakan sejumlah media, konfernsi pers yang dilaksanakan manajemen PT. Flobamor itu dihadiri belasan wartawan. Dalam acara itu juga sempat diwarnai debat panas antara FL dengan beberapa figur manajemen perusahaan. Namun kegiatan ini berlangusng hingga usai. Dilaksanakannya acara ini oleh perusahaan ditenggarai sehubungan dengan pemberitaan sejumlah media terkait dugaan dividen Rp1,6 miliar yang tidak disetor ke pemerintah. Deviden sebesar itu berasal dari tahun 2019 dan 2020 berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT. (ion)