Perwakilan OMS di Sumba Timur Kecam Penganiayaan Wartawan Suara Flobamora

oleh
oleh
Wartawan

Waingapu.Com – Perilaku tidak terpuji yang dilakukan sekelompok warga berupa penganiayaan terhadap Fabyan Latuan, yanng merupakan wartawan sekaligus pemimpin redaksi Suara Flobamora terus mendapatkan kecaman. Selain dinilai melanggar HAM, tindakan itu juga merupakan pengangkangan terhadap kemerdekaan pers. Perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Kabupaten Sumba Timur juga turut menyerukan kecaman, nyatakan solidaritas juga penegasan agar peristiwa itu diusut dan diproses hukum dengan tuntas.

Stef Landu Paranggi, dari Yayasan Bumi Lestari, kepada wartawan, Kamis (28/02/2022) siang menyatakan, tindakan penganiayaan selain melanggar HAM, juga tentu kemerdekaan Pers sesuai amanat pasal  2 dan 4, UU No. 40 Tahun 1990 tentang Pers. 

“Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1)  dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers,” paparnya.

Selanjutnya urai Stef, dalam pasal 8 UU No. 40 tersebut juga diatur tentang perlindungan bagi  wartawan ketika menjalankan tugas jurnalistik. Hal mana juga diperjelas dalam Peraturan Dewan Pers No. 5 Tahun 2008 tentang Standar Perlindungan profesi wartawan. Dimana disebutkan  dalam butir (2) bahwa wartawan memperoleh perlindungan hukum dari negara, masyarakat, dan perusahaan pers. Tugas jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui media massa dan dalam butir (3) dinyatakan dengan jelas bahwa dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan dilindungi dari tindak kekerasan, pengambilan, penyitaan dan atau perampasan alat-alat kerja, sertatidak boleh dihambat atau diintimidasi oleh pihak manapun.

Baca Juga:  Lagi, Pencuri Handphone Kambuhan Ditangkap Aparat Polres Sumba Timur

Semua tindakan tindakan yang menghalangi kemerdekaan pers, lanjut Stef, baik itu berupa kekerasan fisik, kekerasan non fisik seperti  intimidasi, perusakan peralatan liputan atau menghalang-halangi kerja jurnalistik merupakan tindakan criminal yang melanggar HAM, terkait kebebasan berpendapat sebagaimana diatur dalam pasal 28 dan 28 F UUD 1945 dan  Pasal 23  (2) UU No. 39 Tahun 1999. 

“Kami mendorong aparat penegak hukum untuk segera mengusut dan menemukan  pelaku penganiayaan, serta menemukan actor intelektual dibalik tindakan penganiayaan tersebut,” tegasnya sembari menambahkan, tindakan penganiayaan itu juga melanggar HAM  jika merujuk pasal 33 ayat (1) terkait hak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat manusia. 

Baca Juga:  Kasus Korupsi di Dinas Pendidikan Sumba Timur, Kejaksaan Masih Lakukan Pemberkasan

Pernyataan sikap dan keprihatinan juga disampaikan  Yayasan Koppesda melalui Triawan Umbu Uli Mehakati. Tindakan barbar sekelompok orang terhadap jurnalis itu merupakan tindakan mencederai demokrasi. 

“Kemerdekaan Pers adalah wujud kedaulatan rakyat dan demokrasi di Indonesia. Dalam kehidupan bernegara Pers diakui sebagai pilar ke-empat kehidupan bernegara selain Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Hal ini terkait erat dengan salah satu fungsi utama pers untuk melaksanakan control social,” tandas Triawan. 

Sebagai pilar ke – empat demokrasi, urai Triawan merujuk Pasal 6 UU No. 40 Tahun 1990 tentang Pers dijabarkakan peran pers berperan yakni, memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan. Tak Cuma itu, pers juga berperan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; c. memperjuangkan keadilan dan kebenaran. 

Baca Juga:  Sumba Timur Terbuka Bagi Investor di Berbagai Bidang, untuk Pengembangan  Ekonomi

Berdasarkan pemberitaan sejumlah media, demikian tambah Triawan, penganiayaan itu terjadi pasca konferensi pers yang dilakukan manajemen PT. Flobamora terkait pemberitaan beberapa media seputar dugaan deviden sebesar Rp.1,6 milyar yang tidak disetorkan kepada pemerintah oleh PT. Flobamor. Sajian berita oleh para pegiat pers, kata Triawan merupakan salah satu contoh nyata pelaksanaan fungsi kontrol sosial untuk dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme oleh pengambil kebijakan atau pejabat tertentu. Namun dalam menjalankan fungsi control sosial, pasti ada pihak-pihak yang merasa kepentingannya  terganggu atau terusik, maka tak jarang profesi wartawan akan sangat rentan dari tindakan pembungkaman, intimidasi bahkan penganiayaan seperti yang dialami oleh saudara Fabyan Latuan.

“Tindakan penganiayaan itu bentuk nyata dari upaya membungkam kebebasan berpendapat, melemahkan peran Pers untuk menyuarakan kritik, koreksi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kepentingan umum.  Oleh sebab kami mengajak semua elemen masyarakat, masyarakat terutama insan pers, organisasi masyarakat sipil, akademisi dan pihak-pihak lain untuk turut mengawal kasus tersebut agar segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum,” tegas Tirawan. (ion-ped)

Komentar