Waingapu.Com – Fenomena perubahan iklim global adalah keniscayaan. Sumba Timur yang tak bisa terlepas dari hal itu, juga tentunya sebagai bagian dari warga dunia, semua komponen yang ada hendaknya mengambil peran dan menyatukan komitmen untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim. Keterlibatan ragam elemen diantaranya, pemerintah, swasta dan masyarakat sipil, sudah tentu penting untuk memastikan dan memadukan aksi akan transisi iklim yang dilakukan.
Demikian pokok pikiran yang termaktub dalam Diskusi yang melibatkan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), Insan Media serta Akademisi yang digelar di Kantor Yayasan Koordinasi Pengkajian & Pengelolaan Sumber Daya Alam (KOPPESDA), Rabu (09/03/2022) pagi hingga siang lalu.
Dalam pengantar diskusi yang dibuka oleh Denny Karanggulimu selaku Ketua Yayasan Koppesda dikatakan, pihaknya hanya bertindak sebagai fasilitator dalam terbentuknya sebuah forum. “ Harapan kami bahwa ide atau gagasan tentang bagaimana forum kedepannya, apa yang mau dikerjakan dan cara forum bekerja benar-benar lahir dari ide dan gagasan kita bersama,” tandasnya dalam diskusi yang dimediatori oleh Jhony Thomas Joz juga dari Koppesda itu.
“ Paling tidak hari ini kita telah mulai meletakkan dasar bagi inisiasi pembentukkan forum dan hal-hal yang belum kita sepakati pada hari ini akan kembali didiskusikan dengan semua anggota koalisi adaptasi,” timpal Denny lagi.
Sementara itu, Umbu Kudu dari Komponen akademisi menjabarkan, terkait isu perubahan iklim, perlu untuk dibentuk Multi Stakeholder Forum. Manurut dia, perlu semakasimal mungkin melibatkan perwakilan masyarakat hingga ke level desa.
“Harus kita akui bahwa isu perubahan iklim belum menjadi perhatian serius dari semua pemangku kepentingan dan bagaimana isu ini menjadi skala prioritas di level kebijakan. Harapan kita Pemda terutama OPD terkait aktif untuk melahirkan kebijakan-kebijakan untuk mendorong aksi-aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. urainya.
Selain itu sebut dia, isu perubahan iklim belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat, sehingga perlu dilakukan kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas (sosialisasi, pelatihan dan kampanye) terkait perubahan iklim dan strategi (adaptasi dan mitigasi) untuk menghadapinya. “Masyarakat masih beranggapan bahwa hal-hal yang berubah terkait iklim, adalah persoalan biasa, ujarnya.
Peran media massa juga dipandang penting dalam isu ini. Karena itu diskusi ini juga menyepakati kampanye isu perubahan iklim agar bisa menjadikan perhaitan ragam elemen tentu harus melibatkan media yang berkompeten.
“Media massa berperan penting untuk menyediakan wadah kampanye. Kita juga berharap media online dapat menyediakan kesempatan bagi semua pihak untuk dapat membuat tulisan terkait perubahan iklim,” tandas Umbu Tri juga dari Koppesda.
“Terkait dengan isu perubahan iklim, maka atas nama perwakilan media, kami sampaikan bahwa kami sudah melaksanakan dan akan terus menoptimalkan fungsi kami. Sebagai media tentunya berita yang disampaikan harus berimbang dan itu tak bisa ditawar,” tegas Dion Umbu Ana Lodu, jurnalis MNC Media yang juga diamini oleh Muhamad Yususf dari Kompas TV.
Stefanus Landu Paranggi dari Yayasan Bumi Lestari menekankan pentingnya forum jika nanti terbnetuk untuk memetakan peran masing-masing, OMS/NGO berperan apa, Media berperan apa, sebutnya. Sementara itu, Paulus Kamulung dari SOPAN Sumba mengangkat perihal hama yang menjadi bukti perubahan iklim tak bisa dipandang sebelah mata.
“Situasi Sumba Timur, saat ini sangat mengkhawtirkan, selain hama belalang sekarang muncul lagi hama baru, yaitu hama tikus hitam terutama di daerah Kecamatan Tabundung,” jelasnya.
Pikiran dan gagsan juga diutarakan, Samuel Muama dari Perkumpulan Humba Ailulu. “Kalau kita analisa secara mendalam, maka kita semua adalah korban dari perubahan iklim, salah satu contoh nyata adalah tingginya harga ikan karena cuaca yang tidak menentu juga dirasakan oleh semua kalangan masyarakat.Dampak dari perubahan iklim yang berakibat pada gagal tanam dan gagal panen juga akan berdampak pada peningkatan angka stunting dan gizi buruk,”jabarnya.
Adapun Yulius Opang dari Lembaga Pelita Sumba menguraikan pentingnya berkaca dari berbagai pengalamandi waktu lalu. “ Kita banyak membentuk forum, salah satunya forum PRB, namun ketika sudah terbentuk tidak berjalan seperti yang kita harapkan atau kurang berperan ketika bencana terjadi. Belajar dari pengalaman Forum yang punya disahkan oleh pemerintah, justru tidak bekerja efektif, ungkapnya mengkritisi.
Karena itu kata Yulius, strategi yang efektif perlu dipikirkan dan dirumuskan, sehingga forum yang dibentuk benar-benar efektif dan tidak hanya berbasis program, tapi dapat berkelanjutan.
“Strategi penting yang perlu kita lakukan adalah bagaimana supaya isu ini dapat masuk di dalam RPJMDes, dan harus kita kawal hingg ke level pemerintah Daerah, “ imbuh Yulius.
Lukas Keremata dari YAKKUM-CD Bethesda menekankan urgensinya sinergitas. Betapun bagusnya rencana kerja dan tujuan forum jika sinergi tidak terbagun dan terpelihara hasilnya tidak optimal. “Sinergi kita adalah dengan cara menjadikan isu ini menjadi isu besar dan isu bersama, kalau kita berulang-ulang untuk menyuarakan isu-isu ini. Perlu menjadi isu bersama termasuk gereja, partai politik, daln lainnya.
Dalam diskusi ini masih belum menyepakati perlunya keterlibatan Pemkab/Pemda sebagai bagian dalam forum ataukah diposisikan sebagai mitra.
“Kami sebagai fasilitator akan berkoordinasi dengan teman-teman koalisi yang kini juga mulai melakukan diskusi dan membentuk forum di tingkat Propinsi dan juga Pusat.Nantinya setelah ada titik terang dari kita akan kembali menggelar pertemuan lebih lanjut dengan unsur-unsur OMS, Media dan Akademisi dan pada bulan April 2022.”tutup Johny menguraikan tentang rencana tindak lanjut dari diskusi itu. (ion/ped)