Bawang Palindi Berikan Bukti, Dipanen Justru Pada Puncak Musim Kemarau

oleh
oleh
Penen Bawang Saat Kemarau

Waingapu.Com – Musim kemarau lebih panjang dari musim penghujan adalah keniscayaan di Pulau Sumba, NTT, khususnya di sebagian besar wilayah Kabupaten Sumba Timur (Sumtim). Namun keniscayaan pula, banyaknya Sungai/Kali yang tetap mengalirkan air dimusim kemarau. Tetap bisa memanen hasil kebun pada musim kemarau, bahkan disaat puncaknya terik mentari ‘menikam’ bumi, suka cita panen bisa tetap dirasakan warga petani. Hal ini bukanlah sebatas cerita manis dan mimpi disiang bolong. Di Palindi, Desa Laipandak, Kecamatan Wulla Waijillu, hal ini menjadi realita.

Bawang dengan ukuran jumbo jenis tuk – tuk dipanen, Sabtu (29/09) pagi hingga jelang siang kemarin. Keringat yang menetes diatas bedeng dan juga membasahi daun dan umbi bawang yang dipanen, bak menjadi tantangan terbuka untuk teriknya mentari. “Kami tetap bisa panen dimusim kemarau. Ini sukacita kami, biasanya kami panen usai musim penghujan. Kalau sudah kemarau kami tidak lagi harapkan bisa panen dari kebun, apalagi dengan jumlah sebanyak ini,”ungkap Karolus Katanga Kini (65), anggota kelompok tani Palindi Organic, desa Laipandak

Baca Juga:  Sejumlah POKTAN Di Sumba & Flores Pakai Pompa Barsha & Terapkan EASI Pay

Penen Bawang Saat Kemarau

Sembari terus mencabut bawang dari bedengnya, hal senada plus optmisme juga terungkap dari bibir Titus Tanga Teul (38). “Kalau di Paranggang (Pasar mingguan, – red) satu kantong kecil sepuluh ribu, kalau satu kilo bisa dua puluh ribu bahkan lebih. Kalau kita bilang kenapa mahal?orang Bima yang jual bilang setengah mati tanam dan rawat macam bayi. Eeee ternyata kita bisa juga tanam dan rawatnya tidak susah, kali ini kita bisa panen,” tandasnya.

Penen Bawang Saat Kemarau

Pasar Wulla Waijellu bahkan juga Pahunga Lodu, demikian tegas Ponsianus Pila Ndima (40), pastinya akan diramaikan dengan hadirnya bawang tug – tug dari Palindi. “Bawang kami tentu lebih segar, dan tentu lebih murah serta yang pasti bawang kami adalah bawang organic bebas pupuk maupun pestisida kimia,” tegas Pons yang juga seorang guru, didampingi Gerardus Nggau Behar (38), Ketua Kelompok yang juga pernah berkarier sebagai jurnalis salah satu media cetak regional NTT itu.

Baca Juga:  Tim Inspektorat Berharap PT. MSM Bisa Berdampak Positif Untuk Seluruh NTT

Penen Bawang Saat Kemarau

Wajah ceria, optimisme dan spirit yang terus terjaga dari para anggota kelompok ini nampaknya tidak akan terhenti. Terus berdinamika, berjalan seiring dengan aneka hasil kebun di atas lahan hampir satu hektar yang mereka kelola. Tomat, semangka dan aneka sayur, nampak tetap segar sekalipun terik sang surya yang terus menyengat. “Kami panen bawang kali ini, baru beberapa bedeng hasilnya sudah mau capai satu ton. Di sebelah sana masih ada lagi yang telah kami tanam dan tinggal menunggu saat panen tiba. Hasil panen dalam satuan ton nanti akan kami hasilkan. Semua karena pompa Barsha, pompa yang alirkan air tiada henti dan yang pasti tanpa bahan bakar fosil. Dengan pompa ini, kami hadirkan hujan yang justru bisa kami atur curahnya untuk kebutuhan kebun kami. Kami Palindi Organic, tetap dalam aksi nyata dan spirit JOS, Jangan Omong Saja,” pungkas Gerardus didampingi Ndena Nggaba(48).

Baca Juga:  Ketuk Nurani Petinggi Dengan Tug-Tug Dan Barsha

Sukacita juga nampak pada wajah dan mata penuh cahaya bahagia dari Bendelina Babang Noti (38), Ngana Hama Aily (36) dan Ferderika Utu lendi (37), para ibu yang didampingi dan anak – anak mereka juga dengan sukacita memanen, mengumpulkan dan membersihkan bawang, yang nantinya’ siap perang’ versus bawang dari luar Tana Humba.(ion)

Komentar