Belasan Tahun Menanam Bakau, Dishut Beri Apresiasi dengan Bidikan Kamera Photo

oleh
oleh

Waingapu.Com – Banyak yang melakukan aksi kepedulian pada lingkungan sekitarnya, namun tak dipungkiri, sedikit diantaranya yang mendapatkan apresiasi pemerintah.

Kok bisa? Yaa bisa saja, karena hal itu hingga kini seakan masih lumrah di negeri yang dijuluki ’Tanah Surga’ dimana tongkat kayu dan batu bisa jadi tanaman, ikan dan udang menghampiri. Kondisi itulah yang membuat seseorang akan berpikir panjang dan kemudian mengambil langkah mundur jika tak punya tekad baja.

Namun tidak demikian halnya dengan Mario Marthen Terinathe, dalam aneka keterbatasan ekonominya tak membuat kepedulian pada lingkungan sekitarnya pupus. Hampir setiap hari, dengan kaki telanjang Mario menyusuri jalanan setapak yang merupakan perpaduan antara struktur tanah yang keras, berpasir dan campuran antara pasir, tanah dan lumpur di sekitar tempat tinggalnya, tepatnya di RT 10, RW 09 Kelurahan Kemala Putih, Kecamatan Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT.

Tapak kaki, sentuhan tangan dan tekad kuatnya saban hari dicurahkan untuk menanam, merawat dan melestarikan tananam Bakau (Mangrove). Tekad itu bahkan ia tanamkan pada keluarganya.

Baca Juga:  Warga Translok Laimbaru Siap Gelar Natal Bersama

”Saya juga ajak anak-anak untuk sama-sama tanam bahkan beberapa tahun lalu, sebelum saya kredit motor, saya dan anak-anak jalan kaki sampai ke Londa Lima untuk cari anakan dan bibit bakau,” jelasnya.

Motivasinya hanyalah untuk melestarikan lingkungan tak cukup dengan kata namun harus dibuktikan dengan tindakan nyata, urainya ketika ditanya apa motivasinya.

”Sejak akhir 1998 lalu saya mulai terpanggil untuk menanam dan lestrikan bakau. Saya terinpriasi oleh anak TK di Makassar kala masih merantau puluhan tahun lalu. Kala itu, saya melihat anak TK kok bisa menanam dan peduli dengan kelangsungan bakau, kok saya yang jauh lebih tua dan mestinya lebih bijak dan peduli kok tidak bisa. Makanya saat saya pulang ke Waingapu, saya mulai menanam bakau,” urai Mario yang juga sering disapa ’Ireng’ oleh rekan dan sahabatnya itu.

Baca Juga:  ‘Bidadari Penyelamat’ SFC Sumba Timur Bersihkan Sampah Plastik di Pantai Walakiri

Meski tak miliki motivasi untuk mendapat penghargaan dan apresiasi pemerintah melalui instansi terkait, namun terasa lirih nada kecewa yang terlontar dari bibir Mario.

”Saya tanam bakau lalu bangun beberapa gundukan seperti bukit-bukit kecil di daerah yang dulunya tak bertuan dan gersang ini semata untuk melestarikan lingkungan terutama wilayah pesisir dari ancaman abrasi dan bukan mustahil bencana tsunami. Namun setelah tanaman bakau saya jadi dan beranjak menjadi hutan, kemudian datang aparat pemerintah menanam patok atau pilar yang menyatakan wilayah ini tanah pemerintah. Saya bukan melawan pemerintah atau mau milikinya hanya saya heran kok yang lalu waktu belum ada tanaman bakau, juga tambak bandeng dan udang saya, kok tidak dipatok? Saya juga heran katanya ini tanah pemerintah namun justru ada beberapa warga yang justru bisa miliki sertifikat?” paparnya kecewa.

Kekecewaan itu ternyata berlanjut, jangankan untuk mendapat pengakuan, kunjungan staf selevel penyuluh dari instansi terkait untuk sekedar memberi motivasi atas usahanya-pun bak panggang jauh dari api.

Baca Juga:  Panwaslu Terus Investigasi Kampanye Partai Golkar

”Staf paling rendah dari dinas terkait satupun tak pernah datang untuk sharing. Juga tidak ada Penyuluh yang datang beri motivasi atau bimbingan teknis tentang pengembangan dan pelestrian bakau. Apalagi Kepala Dinas? Yang ada itu ada staf dinas datang beberapa waktu lalu untuk foto-foto ini bakau yang saya tanam. Saya sempat tegur tapi dia bilang ini mau buat dokumentasi dan buat laporan. Wajar jika saya beranggapan, dokumentasi buat apa, jangan-jangan buat laporkan ke atas bahwa program mereka sukses lalu minta pendanaan ungtuk proyek atau program lanjutan. Padahal satu tetes keringatpun  tidak pernah jatuh di lahan ini, apalagi rela berkotor-kotor dengan pasir dan lumpur disini,” beber Mario disela-sela kesibukannya mengawasi anak-anaknya menjerat ikan bandeng dengan pukat di tambaknya.(ion)

Komentar