Dalam Sepekan Empat Nyawa Warga Sumba Timur Jadi Tumbal Keganasan DBD

oleh
oleh
Korban Demam Berdarah

Waingapu.Com – Prahara yang dibawa nyamuk aedes aegypty lewat sengatannya yang berdampak Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT, belumlah usai. Dalam sepekan ini, empat nyawa terenggut keganasan DBD. Dua bocah, masing-masing dari Kampung Kaburu-Kalu, dan dari Pada Dita, dan selanjutnya nestapa juga melanda di Kelurahan Maulumbi, seiring kepergian seorang ibu yang sedang mengandung tujuh bulan. Rangkaian prahara yang idealnya harus disikapi dengan luar biasa, tak hanya dalam status dan aneka jargon KLB.

Duka nampak sangat pekat terasa kala sejumlah awak media melayat dan meliput ke rumah duka di kampung Kaburu. Ditengah rumah panggung, jazad Mario Aliando Umbu Takanjanji terbujur kaku. Potret keceriaannya diterangi dua lilin tepat berada di bagian atas kepala bocah malang itu. “Mamanya tidak bisa menangi lagi, hanya kosong dan hampa tatapannya. Itu karena depresi sejak anaknya meningal. Bahkan mamanya juga smepat masuk IGD,” jelas Agustinus Tonga Retang, Kakek Mario. Lebh jauh dijelaskan Agustinus, cucunya akan mencapai usia empat tahun tanggal 02 Mei mendatang, jika tidak menjadi tumbal keganasan DBD dan penyakit penyerta lainnya.

Baca Juga:  RSUD - URM Tangani 86 Kasus DBD, Tiga Diantaranya Meninggal Dunia

Korban Demam Berdarah

Adapun Mario meninggal Selasa (05/03) pagi di RSU Imanuel, setelah dirawat sejak hari Minggu (03/03) lalu. Demikian lanjut Agustinus sembari menambahkan rencana pengebumian akan dilaksanakan dalam beberapa hari ke depan, setelah rembukan keluarga dan pihak Gereja mencapai kesesuaian waktu.

Prahara juga menggerogoti keluarga Johan Dendungara dan Dessy Hae. Halaman rumah ini harus menjadi saksi bisu didirikannya tenda perkabungan. Betapa tidak, Arthur Avaron, putera buah cinta pasutri muda ini harus meninggal saat baru mencapai usia 3,2 tahun. “Masih saya ingat ketika dia menangis saat mau diambil darahnya untuk dites. Mama, tolong saya, sakit mama eee. Orang yang datang melayat juga ngomong ini anak kalau lihat kami lewat selalu tegur kami,”lirih Dessy mengenang anak keduanya itu sembari merapikan mainan excavator dan pistol tepat dibawah kaki jenazah dibaringkan.

Korban Deman Berdarah

Lebih jauh Dessy menuturkan, Avaron menghembuskan nafas terakhir saat dirawat intensif di RSK Lindimara. Dan sedianya akan dimakamkan tepat di depan kediaman keluarga. “Jujur kami awalnya tidak duga anak kami kena DBD. Karean saat awal kami bawa ke puskesmas Waingapu hanya bilang radang tenggorokan. Namun kemudian sakit terus dan kami bawa ke Lindimara dan dibilang sakit Thypus dan trombositnya turun dan harus di rawat nginap. Kami tidak menduga secepat ini dia pergi,”ungkap Dessy.

Baca Juga:  GBY: “Opini WTP Itu Pertaruhan Harga Diri Pemerintah Daerah”

Nestapa karena DBD juga masih terus akrapi warga Sumtim. Hal mana nampak di Kampung Marada, RT 01 RW 01, Kelurahan Maulumbi, Kecamatan Kambera. Asnat Landu Tana (33), seorang ibu meninggal karena DBD. Sakit yang dideritanya harus pula dirasakan janin berusia tujuh bulan dalam kandungannya. Dan Sabtu (09/03) pagi, prahara itu mencapai puncaknya.

Dijelaskan Panda Huki, paman korban yang dipercaya menjadi juru bicara keluarga duka, korban ini mulai tahu kondisinya kurang sehat saat ke Posyandu Selasa (05/03) lalu. Kemudian oleh bidan disarankan ke Puskesmas Kambaniru, namun saat ke sana sudah tutup. Selanjutnya pada malam harinya korban di bawa ke Rumah Sakit Lindimara yang kemudian dirawat inap.

“Malam pertama bilangnya tedeteksi DBD, lalu malam berikutnya malaria vaksiparum. Kemudian lagi ginjal. Setelah tidak ada perubahan lagi, lalu dirujuk ke RSUD Umbu Rara Meha. Setelah satu malam di sana kandungannya sudah tidak hidup lagi atau anaknya sudah meninggal,” jelas Panda Huki.

Baca Juga:  Selasa Siang, Calon TKW Ilegal Tiba Kembali Ke Sumba Timur

Karena kondisinya yang terus menurun, demikian Panda Huki, oleh dokter disebut tidak mungkin untuk dilakukan operasi untuk mengeluarkan bayi dari kandungannya. Upaya untuk menstabilkan kondisi korban terus dilakukan namun tak bisa bisa menyelamatkan nyawa korban. Sabtu (09/03) pagi kelaurag harus menerima hadirnya nestapa itu. “Korban meninggalkan dua orang anak, masing-masing usia 12 tahun dan 7 tahun, bersama Musa Mbala Nggandi berusia 38 tahun,”imbuh Panda Huki.

Hasil rekap yang diperoleh wartawan dari ketiga rumah sakit yang ada di Kota Waingapu, sejak 01 Januari hingga Sabtu (09/03/2019) kemarin, total warga yang terdeteksi terkena DBD, sempat dan sedang menjalani perawatan mencapai 647 orang. Kesemuanya tersebar masing-masing RSUD Umbu Rara Meha 237 orang, RSU Imanuel 196 orang dan RSK Lindimara 647 orang. Dari jumlah itu, jumlah korban meninggal berdasarkan data olahan media ini mencapai 17 orang. (ion)

Komentar