Waingapu.Com – Upacara bendera Senin (18/03) pagi lalu boleh jadi akan menjadi kenangan yang tak terlupakan oleh para murid juga pimpinan serta para guru di SMA Negeri O1 Rindi Umalulu (SMAN01 – RINDU). Hal yang sama juga bagi Nanga Ranja Ruwa, Camat Kecamatan Umalulu. Betapa tidak, dalam upacara itu insiden bendera sobek beberapa saat sebelum dikibarkan terjadi. Bendera itu tetap dikibarkan petugas. Kemudian diikuti oleh peristiwa pemberian hukuman jongkok bagi para guru dan murid atas perintah Camat, yang sebelumnya sempat memberikan contoh jongkok. Peristiwa yang kemudian memantik aksi demonstrasi alumni dan juga secara spontanitas diikuti para murid dan guru, Rabu (20/03) ke kantor camat. Aksi yang menyuarakan tuntutan agar Camat memohon maaf dan bahkan mundur atau dicopot dari jabatannnya.
Aksi yang kemudian menjadi viral di jagad maya pasca diposting sejumlah account media sosial Facebook (FB), yang juga tentunya mengundang ragam tanggapan baik di jagad maya maupun khalayak jagad nyata. Terkait rangkaian peristiwa itu, Bernardus Ngabi Nggaba, selaku Kepala Sekolah SMAN01 – Rindu, menggelar press conference di kediaman Umbu Manang, di Wangga Watu, Kecamatan Kambera, Kamis (22/03) malam lalu.
Kepada Wartawan Bernardus menjelaskan, aksi demo yang nampak diikuti para siswa dan juga guru itu, bukan merupakan arahan pihak sekolah, namun merupakan aksi spontanitas. Para alumni yang menggelar aksi juga miliki dalil, bahwa aksi yang dilakukan itu sebagai bentuk keprihatinan pada alamamaternya atas perlakuan camat.
Dijelaskan Bernardus yang kala itu didampingi Yonathan Petrus Gah, selaku Koordinator Lapangan (Korlap) aksi dan juga Alumni sekolah, hadirnya Camat menjadi Pembina Upacara saat itu sebenarnya berangkat dari keprihatinannya dalam kaitan perkelahian para siswi Jumat minggu sebelumnya. Perkelahian itu, kata dia terjadi di dekat sebuah jembatan dan terekam dalam sebuah video dan tersebar di media sosial. Upacara berjalan normal dari awal, namun kemudian saat hendak menaikan bendera, terjadi perisitwa yang tidak diduga, yakni sobeknya bendera saat hendak dibentangkan. Namun kemduian bendera tetap dinaikan dengan iringan lagu Indonesia Raya.
“Sebelum dinaikan ada empat guru yang telah memeriksa bendera itu terlebih dahulu, termasuk cara melipatnya agar bendera itu tidak terlipat ataupun terbalik saat dibentangkan dan dinaikan. Dan bendera itu dikategorikan layak untuk dikibarkan dan dinaikan. Hanya pada saat bendera dibentangkan oleh petugas pengibar bendera, dan disebut siap oleh petugas pengerek bendera, bendera sobek bagian bawahnya. Berjalan terus, bendera itu dikibarkan terus sampai selesai Indonesia Raya,” urai Bernardus.
Upacara kemudian terus berlanjut, namun saat acara memasuki arahan Pembina upacara, demikian lanjut Bernardus, Pak Camat diawalnya menyatakan bendera itu tidak layak untuk dikibarkan. “ Beliau mengatakan bendera ini tidak layak pakai, sekali lagi beliau mengatakan bendera ini tidak layak pakai. Karena itu, kepada semua siswa yang jumlahnya seribu lebih itu, juga bapak ibu guru jongkok. Saya tidak jongkok saat itu. Pak Camat juga sempat memberikan contoh cara jongkok dan kemudian berdiri, selang tiga sampai empat menit baru peserta upacara dipersilakan untuk bangun,” paparnya.
Bernadus juga mengatakan, kegelisahan para siswa dan guru terjadi usai upacara itu, dan merasa terlecehkan oleh Camat, karena diperlakukan demikian. Keluhan dan keresahan itu mendasarinya untuk kemudian bertemu Bupati dan penjabat Sekda Sumba Timur, Selasa (19/03) lalu. Dalam pertemuan itu, Bernardus memohon kiranya dapat dipulihkannya kembali, dengan apapun caranya keresahan – keresahan yang dialami oleh para guru dan murid.
“Namun sampai sekarang belum ada tindak lanjut terkait permohonan itu. Mungkin karena aneka kesibukan. Sampai sekarangpun para guru meminta agar perasaan mereka dapat dipulihkan dengan bagaimanapun caranya. Juga meminta untuk Pak Camat memohon maaf,” tandas Bernardus sembari kembali menegaskan bahwa aksi demo yang terjadi dan nampak diikuti para murid itu, bukan atas arahan sekolah. Aksi itu juga karena didasari oleh rasa simpati alumni.
“Suasana saat itu agak keras, jadi semua siswa saya pulangkan. Tapi bukan untuk demo damai. Saya inginkan mereka terhinda dari hal – hal yang tidak diinginkan. Tapi entah bagaiman kemduian mereka ikut aksi itu, karena itu saya meminta para guru untuk memantau para siswa, sekaliun peristiwa itu sudah terjadi di luar sekolah. Para siswa ikut karena spontanitas saja, karena jalur para pendemo dan tujuan aksi itu satu jalur. Mungkin juga mereka merasa bagian dari peristiwa yang terjadi sebelumnya,” ungkap Bernardus.
Yonathan Petrus Gah, selaku Korlap aksi dan juga Alumni SMAN 01 RINDU itu juga menjelaskan, aksi yang dilakukannya bersama alumni dan kemudian spontan diikuti oleh para murid itu, semata – mata karena keprihatinan. Apalagi, demikian papar Yonathan, hukuman jongkok itu juga diperintahkan kepada para guru yang sedang hamil. Camat – pun hanya memberikan contoh tanpa ikut melakukan aksi jongkok.
“Rasa keterpanggilan itulah maka saya harus lawan. Karena camat telah merendahkan martabat seorang guru, apapun yang terjadi saya akan lawan. Saya juga sempat konsultasi dengan senior – senior alumni dan merekapun hatinya terluka. Sebab ini baru pertama kali terjadi di Indonesia, guru diperintahkan oleh camat untuk jongkok karena bendera robek tanpa segaja,” urai Yonathan.
Dalam aksi itu, demikian Yonathan lebih lanjut mengharapkan, Bupati mengambil tindakan cepat untuk mengangkat harkat dan martabat para guru, dan juga memulihkan cemoohan dan gerutuan para siswa diluaran yang bisa saja membuat mereka tidak lagi menghargai guru karena guru mereka juga dihukum jongkok.
Dalam aksi demo itu, demikian lanjut Yonathan, juga ditemui fakta, kantor Camat, di jam kerja dan merupakan Instansi pemerintah justru tidak mengibarkan bendera. Karena itu para peserta aksi spontan menaikan bendera, namun sayang ketika hendak dinaikan tali penggerek justru putus.
“Jadi sempat ada dari kami yang kala itu hadir dalam aksi spontan untuk memanjat tiang bendera untuk menurunkan tali yang putus dari ujung puncak. Setelah itu sekira pukul 11 siang upacara bendera, mengheningkan cipta serta lagu hymne guru kami lakukan,” jelas Yonatahan sembari menambahkan adapula aksi berlutut secara massal.
Permohonan maaf, klarifikasi lewat media sosial, cetak maupun media elektronik wajib dilakukan oleh camat, demikian Yonathan. Selain itu Bupati juga harus memanggil Camat dan memberikan pembinaan dan bila perlu mencopot jabatannya. Jika tuntutan itu tidak dilakukan, selain telah menyiapkan bukti – bukti, juga persoalan itu oleh para alumni akan dibawa ke ranah hukum. (ion)