Inklusi Day, Momen Berbagi Praktik Baik dan Kisah Sukses Pelibatan Masyarakat Adat dan Kaum Marjinal

oleh
oleh

Waingapu.Com – Pelaksanaan Inklusi Day berjalan sukses pada 4 Desa yang dijadikan locus penerapan pelibatan ragam komponen yang selama ini terkesan terpinggirkan atau diabaikan.  Kaum marjinal, demikian sering disematkan pada mereka yang digolongkan masyarakat adat ditengah terpaan modernisasi, kaum Perempuan jika diperhadapkan dengan hegemoni laki-laki dan disabilitas jika disandingkan dengan non disabilitas. 

Adalah Desa Kalamba, Kecamatan Haharu, Desa Ndapayami, di Kecamatan Kanatang, Desa Mbatakapidu, di Kecamatan Kota Waingapu dan Desa Wanggameti, di Kecamatan Matawai La Pawu menjadi lokasi pelaksanaan Inklusi Day. 

Laode M. Syarif, Direktur Eksekutif KEMITRAAN pada wartawan, Jumat (20/9/2024) malam lalu menyatakan Inklusi Day jadi momentum untuk berbagi kisah sukses dan praktik baik.  

“Inklusi Day merupakan perayaan keberhasilan untuk menampilkan beberapa praktik baik dan kisah sukses dari program Estungkara yang melibatkan komunitas masyarakat adat untuk meningkatkan perspektif keadilan gender dan keterlibatan kelompok marginal dalam pengelolaan sumber daya alam,” jelas Laode. 

Baca Juga:  Beragam, Simpati untuk Tarung Bangkit dari Prahara

Inklusi Day, lanjut Laode dalam pelaksanaannya juga mendapatkan dukungan Pemkab Sumba Timur, yang memang dilibatkan. Pelibatan itu juga diapresiasi Bupati Sumba Timur, Khristofel Praing sembari berharap kegiatan itu bukan sebatas rutinitas dan seremonial saja. 

“Kami dari Pemerintah setempat mendukung penyelenggaraan Inklusi Day sebagai pembelajaran antar CSO dan komunitas terkait tradisi, adat istiadat, juga sebagai ruang kolaborasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten dalam mewujudkan kesetaraan hak dan pengakuan identitas masyarakat adat,” tegas Khristofel Praing dalam momen acara puncak Inklusi Day di Desa Wanggameti, Jumat (20/9/2024) siang lalu.

Untuk diketahui pelaksanaan Inklusi Day pada ke-4 desa itu dilaksanakan sejak Selasa (17/9/2024) hingga Minggu (22/ 9/2024). Sebagai salah satu mitra pelaksana program Estungkara, Lembaga Bumi Lestari (LBL) dipercaya menjadi pelaksana kegiatan.

Pemenuhan hak kewarganegaraan bagi kelompok adat khususnya perempuan, anak dan disabilitas melalui program Estungkara merupakan tujuan dari KEMITRAAN sebagai mitra program inklusi. Berbagai strategi intervensi akan dilakukan untuk mendorong kesetaraan dan keadilan gender melalui peningkatan ekonomi, penguatan kapasitas dan pendidikan kritis, agar perempuan adat setara dengan kaum laki-laki dalam tatanan masyarakat.

Baca Juga:  Polemik Tanjung Sasar, Masyarakat Adat Pantura Sumba Akan Gelar Pertemuan di Praingu Napu

Di Kabupaten Sumba Timur, NTT, sejak Selasa (17/9/2024) hingga Minggu (22/ 9/2024) dilaksanakan Inklusi Day. Pelaksanaannya melibatkan pemerintah, CSO dan Masyarakat adat. Sebagai salah satu mitra pelaksana program Estungkara, Lembaga Bumi Lestari (LBL) dipercaya menjadi pelaksana kegiatan.

“Dalam konteks ini, pelaksanaan Inklusi Day di Sumba Timur menjadi sangat relevan dan strategis. Dengan kegiatan ini bisa jadi salah satu upaya untuk memperkuat suara dan posisi masyarakat adat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, dan budaya,” urai Stepanus L. Paranggi, Direktur LBL dalam rilis yang diterima media ini. 

Lebih lanjut urai Stepanus, Inklusi Day mengangkat tema “Wujudkan Inklusi Sosial di Masyarakat Adat dan Penghayat Marapu Melalui Penguatan Budaya, Pengetahuan Adat, dan Kearifan Lokal”. Dengan tema itu harapnya semangat masyarakat dan pemerintah setempat dalam menjaga nilai-nilai luhur nenek moyang ditengah proses Pembangunan bisa terus digelorakan. 

Baca Juga:  Di Awali Ritual Hamayang oleh Tetua Adat, PT MSM Gelar Syukuran Tebang dan Giling Tebu

Sementara itu, Jhon Kembi, seorang Tokoh Adat dari Desa Wanggameti juga menyatakan apresiasinya.

“Sejak Indonesia merdeka, baru kali ini ada event Nasional di Desa Wanggameti. Ini adalah penghormatan yang luar biasa untuk masyarakat adat,” tukas Jhon Kembi. 

Sebelumnya, Desa Kalamba membagikan kisak sukses dan praktik baiknya. Di tempat itu secara nyata adanya komunitas yang berusaha mempertahankan kearifan dan pengetahuan lokal mereka di tengah arus modernisasi dan ragam tantangan Pembangunan, juga terbatasnya akses layanan dasar, diskriminasi, hingga ancaman eksistensi budaya. (ion)

Komentar