Waingapu.Com – Upacara bendera dalam rangka HUT Kemerdekaan RI lazim dilaksanakan setiap tanggal 17 Agustus saban tahunnya. Namun yang sering menjadi sorotan adalah kemeriahan dan kemegahannya. Kesederhanaan dan babhakn cenderung tidak menjadi perhatian khalayak, adalah penghargaan atau pemberian ruang untuk berekspresi bagi kaum disabilitas untuk menunjukan kemampuan juga rasa suka citanya atas kemerdekaan bangsa Indonesia yang juga tanah tumpah darahnya.
Walau dilaksanakan sehari setelahnya, yakni Kamis (18/8/2022) namun tidak mengurangi khidmad dan suka cita para kaum difabel. Ratusan anak dan remaja difabel menyatu di Pantai Wisata Luanda Lima, Desa Kuta, Kecamatan Kanatang. Upacara pengibaran bendera layaknya dilaksanakan di tempat lainnya tersaji apik bahkan diliputi rasa haru.
Sang merah putih dinaikan ke puncak tiang, menantang angin pantai oleh tiga anak remaja perempuan dari Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Kanatang. Ketiganya masing-masing Marta Ata Mila, Marta Lebe serta Maria Padji Jera, merupakan disabilitas tuna rungu wicara.
Selanjutnya komando penghormatan diserukan oleh Elimelekh Lay, penyandang tuna daksa yang juga merupakan siswa SLBN yang bertindak sebagai pemimpin upacara.
“Senang bisa ambil bagian dalam upacara bendera ini. Kami berempat tunjukan bahwa kami bisa juga menunjukan rasa cinta kami pada bangsa,” tandas Elimelekh, disambut senyum suka cita ketiga siswi yang mendampinginya juga dengan bahasa isyarrat yang menyatakan kegembiraan dan rasa syukur mereka atas kepedulian sejumlah elemen yang hadir saat itu.
Inisiator kegiatan ini, Ninu Rambu W. Lodang, selepas upacara menegaskan amanat konstitusi sejatinya kontradiktif dengan situasi sekarang. Ketua Yayasan Wali Ati (Yasalti) itu, menyatakan, realita kini masih ada stigma negatif bagi difabel, sehingga tidak mudah untuk mendapatkan hak-haknya sesuai dengan kebijakan yang ada.
“Mereka ini juga anak-anak bangsa sama dengan anak lainnnya yang tidak alami disabilitas. Suka cita kemerdekaan yang ditandai dengan pengibaran bendera dengan cara mereka seperti tadi ini juga hak mereka,” tandas Ninu Rambu.
Lebih lanjut Ninu Rambu mengatakan, kaum disabilitas di hari itu juga berekreasi bersama, juga dilanjutkan dengan edukasi tentang Hak Kesehatan Seksual Reproduksi serta penanaman pemahaman pada anak dan remaja disabilitas tentang Anatomi Tubuh. Juga cara menjaga bagian tubuh yang vital, yang boleh dan tidak boleh disentuh orang lain.
Dalam acara ini juga ada pernyataan sikap dan penandatanganan komitmen terkait hak anak dan kaum disabilitas dan kewajiban negara untuk memenuhinya. Sejumlah pihak mulai dari perwakilan orang tua, kalangan pendidikan, LSM, media massa, komunitas serta perwakilan pemerintah membubuhkan tanda tangan bukti dukungannya.
Dalam kegiatan ini, turut pula hadir memberikan rasa simpatinya adalah dua komunitas di kota Waingapu. Waingapu Scooter Club (WSC) dan Slank Fans Club (SFC) hadir untuk menunjukan kepeduliannya pada perjuangan hak kaum disabilitas.
“Kami hadir di sini sebagai bentuk dukungan bagi kaum disabilitas. Mereka adalah bagian dari negeri ini, yang juga harus diberi kesempatan untuk berkarya dan mendapatkan haknya,” tandas Budbud, perwakilan WSC menyatakan pendapatnya.
“Jujur keharuan itu menebar di dalam hati melihat saudari dan saudara kita dalam segala keterbatasannya tulus menjalankan perannya sebagai petugas upacara. Kami angkat topi dan hormat untuk mereka. Peace, Love, Unity and Respect atau PLUR yang menjadi semboyan kami, tentu kami upayakan untuk menjadi realita dalam kegiatan-kegiatan seperti ini,” papar Dion diamini Bongky, Ketua dan sekretaris SFC. (ped/ion)