Waingapu.Com – Seorang anak berusia enam tahun, sebut saja Bunga, Warga desa Pambotanjara, Kecamatan Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT, harus dilanda prahara diusia belianya. Betapa tidak, Bunga menjadi korban pencabulan rekan sepermainan juga remaja tetangganya. Peristiwa tragis itu berlangsung lebih dari sekali di beberapa tempat berbeda. Yakni di rumah korban, gunung dan juga WC kantor desa setempat. Korban dan keluarganyapun hingga kini alami trauma dan kegetiran.
Dengan didampingi staf dan petugas dari Badan Pemeberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, bidang perlindungan hak perempuan dan anak, Bunga bersama orang tuanya yakni UN serta FMM, diterima oleh petugas perlindungan sosial korban kekerasan di Kantor Dinas Sosial Sumtim, Selasa (12/12) siang tadi.
Dijelaskan FMM, ibu korban, prahara yang menimpa puterinya itu mulai terkuak tatkala puterinya mengeluh sakit pada perut dan organ vitalnya saat hendak buang air kecil.
“Saat saya tanya kenapa kau menangis dan macam kau rasa sakit, dia bilang saya punya perut sakit juga sakit kalau saya mau buang air kecil. Saya tanya apa kena kayu atau jatuh waktu bermain, dia bilang bukan,” urai FMM dengan mata berkaca-kaca.
Terus mengorek informasi dari puterinya, akhirnya pengakuan yang menyesakan dikemukakan oleh Bunga, bahwasanya korban dicabuli oleh ARA (17), YYM (14), ADM (13), dan DNP (10). Tak hanya sampai disini, pengakuan yang juga mengejutkan dan menyakitkan hati FMM juga UN ayah korban, adalah masih ada satu pelaku lainnya, yakni RUL (8) yang tak lain merupakan kakak Bunga.
“Dia punya kakak ini masih kecil dan paling kecil dari semua pelaku, jadi kakaknya bilang kalau dia tidak mau buat nanti dia dipukul, begitu juga kalau sampai dia lapor. Anak saya juga telah saya visum dan dokter bilang selaput daranya robek, bagaimana sudah saya dan anak saya, kasihan dia nanti kalau besar, apa nanti dia tahan dan tidak malu?” tutur jelas FMM dengan air mata dan suara sesunggukan berusaha meredam kesedihannya.
Lebih lanjut FMM dan UN berharap berharap pelaku bisa diberi ganjaran dan pembinaan setimpal sesuai hukum yang berlaku. Terutama para pelaku yang berusia belasan dan telah memasuki usia remaja. “Itu yang satu tujuh belas tahun umurnya, dia yang paling tua dari semua, dia juga pernah sekolah sampai kelas dua SMP, juga yang lainnya itu, mereka semua yang sebenarnya bisa jaga anak kami karena kami masih bertentangga dan juga punya hubungan keluarga. Tapi justru jadinya seperti ini,” tandas FMM seraya menambahkan kasus ini telah dilaporkan ke Polres Sumtim.(ion)