Air bukan saja kebutuhan pokok manusia, tetapi merupakan hak asasi manusia. Oleh karena itu, pemerintah haruslah memperhatikan kebutuhan masyarakat akan air, terutama penyediaan air bersih. Banyak program yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air. Walaupun telah banyak program yang dilaksanakan, pertanyaan paling penting adalah berapa banyak program yang berhasil, dan berapa banyak masyarakat yang telah meikmati sarana air bersih yang ada. Dengan melihat tingkat keberhasilan program dan kondisi masyarakat, kita dapat menganalisa metode mana yang paling tepat untuk diterapakan di Sumba, terkhususnya di Kabupaten Sumba Barat sebagai fokus studi kasus penulis. Penulis akan membandingkan dua program yang memilki fokus pada penyediaan sarana air bersih di Kabupaten Sumba Barat, Program Air Bersih (ProAir) dan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS).
ProAir merupakan program kerjasama pemerintah Kabupaten Sumba Barat dan pemerintah Jerman melalui lembaga Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ). Program ini memiliki fokus untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan air dan sanitasi. Program ini dapat dikatakan menganut sistem perberdayaan optimal, karena walaupun membutuhkan dana bantuan Jerman untuk pembangunan sarana, tetapi proses yang dijalani sangat melibatkan masyarakat. Waktu persiapan pra pembangunan sarana membutuhkan kurang lebih 1 tahun untuk membentuk pola pikir masyarakat penerima bantuan akan pentingnya rasa tanggung jawab dan rasa memiliki. Masa pendampingan setelah sarana dibangun adalah selama satu tahun untuk penguatan kelembangaan masyarakat pengelola operasional dan pemeliharaan sarana yang dananya bersumber dari iuran masyarakat. Walaupun program ini telah selesai masanya di tahun 2008, tetapi sampai kini sarana air bersih berupa jaringan perpipaan, bak pembagi dan tugu kran, masih dalam kondisi baik, di seluruh desa intervensi ProAir sehingga masyarakat masih dapat menikmati air bersih.
Yang kedua adalah program PAMSIMAS. Jika kita memperhatikan dengan program PAMSIMAS, program pemerintah yang juga berfokus pada masalah air dan sanitasi, dapat dikatakan bahwa program ini kurang berhasil. Sejak tahun 2008 sampai 2013, dari 65 desa intervensi PAMSIMAS, terdapat 40 desa yang sarana air bersihnya sudah tidak berfungsi lagi. Terdapat dua alasan utama akan kegagalan program PAMSIMAS di 40 desa ini.
Alasan pertama adalah rendahnya rasa memiliki masyarakat terhadap sarana yang ada, sehingga banyak pipa dan pompa air yang hilang. Alasan kedua ialah kurangnyarasa tanggungjawab, masyarakat tidak lagi mengumpulkan iuran untuk biaya operasional dan pemeliharaan, sehingga sarana yang ada menjadi rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Jika melihat kondisi ini, dapat dikatakan bahwa permasalahan yang ada berasal dari kurangnya rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap sarana yang ada. Jika diselidiki lebih jauh, dapat diketahui bahwa kesimpulan ini mungkin terjadi karena waktu sosialisasi dan pendampingan terhadap masyarakat yang relatif singkat dari pihak fasilitator PAMSIMAS.
Karena PAMSIMAS merupakan program pemerintah, PAMSIMAS merupakan suatu program strategis yang sangat penting karena memilki nilai keberlanjutan yang tinggi dibantingkan ProAir yang hanya bersifat sementara. Namun, berdasarkan pemaparan penulis sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kegagalan program ini terletak pada nilai pemberdayaannya yang rendah. Jika dibandingkan dengan ProAir, alokasi waktu pada proses pendampingan masyarakat sangatlah kecil, padahal pendampingan masyarakat adalah yang utama. Melalui proses sosialisasi yang tepat, masyarakat akan menyadari bahwa mereka sangatlah membutuhkan air bersih. Dengan adanya kesadaran tersebut, akan lebih mudah untuk meningkatkan rasa memilki dan tanggung jawab masyarakat terhadap sarana yang telah dibangun. Pendampingan terhadap organinasi masyarakat pengelola operasional dan pemeliharaan sarana juga penting demi keberlanjutan pemanfaatan sarana yang ada.
Pembangunan sarana air bersih memang penting, tetapi perubahan pola pikir masyarakat adalah yang utama. Tanpa perubahan pola pikir, pemecalah masalah air bersih di Sumba Barat dan Sumba pada umumnya, tidak akan pernah terselesaikan. Oleh karena itu, dalam mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan air bersih, metode pemberdayaan masyarakat adalah kunci utama. Pemberdayaan dalam hal ini adalah proses pendampingan kepada masyarakat untuk memampukan mereka mengatasi masalahnya sendiri.[*]
*] Silvia Anastasia Landa, Fasilitator Teknik PNPM Mandiri Perkotaan, Penulis tinggal di Waikabubak