Sejak Tahun 2015 silam ketika PT.Muria Sumba Manis mulai melakukan pembukaan lahan untuk perkebunan tebu di beberapa Desa di enam Kecamatan wilayah konsesi perusahaan tersebut telah banyak mengalami penolakan dari berbagai kalangan. Namun usaha pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur meyelesaikan persoalan tersebut tidak pernah ada.
Aksi protes terhadap aktivitas PT.Muria Sumba Manis (MSM) terus berlangsung hingga kini. Dari tiga puluh (30) Desa wilayah konsesi yang diberikan Pemerintah Sumba Timur ada beberapa desa yang gencar melakukan aksi protes. Tercatat, beberapa Desa yang sering muncul yaitu Desa Wanga, Desa Patawang, Desa Kotak Kawawu, Desa Matawai Maringu, Desa Watu Hadang, Desa Watu Puda, Desa Umalulu, Desa Kayuri, Desa Rindi, Desa Hanggaroru.
Ada berbagai alasan masyarakat melakukan penolakan tersebut. Dari beberapa alasan yang sering muncul di permukaan adalah adanya monopoli air yang dilakukan perusahaan, tidak adanya kesepakatan yang utuh masyarakat dalam memberikan persetujuan pemberian lahan, masuknya lahan garapan masyarakat ke dalam wilayah konsesi perusahaan baik yang bersertifikat maupun tanah objek pajak, dirusaknya simbol-simbol kebudayaan masyarakat (kampung tua dan katuada), hilangnya padang penggembalaan dan alasan-alasan lainnya.
Aksi protes ini ditunjukkan dengan berbagai cara baik melalui lisan, tertulis maupun aksi damai. Tercatat masyarakat sudah dua kali melakukan aksi damai yang ditujukan kepada Pemerintah Sumba Timur dan pihak perusahaan sendiri. Aksi damai pertama dilakukan tanggal 15 November 2016 oleh masyarakat dua Desa yaitu Wanga dan Patawang di Lokasi PT.MSM. Kemudian aksi damai berikutnya yaitu pada tanggal 13 Desember 2017 yang dilakukan masyarakat tujuh Desa yakni Desa Watu Hadang, Watu Puda, Umalulu, Kayuri, Rindi, Tamburi, Hanggaroru dengan melakukan road show dari Polres Sumba Timur, Kantor PT.MSM, Kejaksaan Waingapu, Kantor Bupati dan Kantor DPRD untuk meminta pihak-pihak terkait memenuhi permintaan mereka.
Selain aksi damai masyarakat juga melakukan aksi protes dengan mengirim surat protes ke berbagai pemerintah maupun pihak perusahan sendiri. tidak tercatat sudah berapa kali masyarakat melakukan aksi protes secara tertulis. Hampir semua Desa yang menyatakan protes terhadap aktivitas perusahaan mengirimkan surat protes terutama kepada Pemerintah Sumba Timur selaku pemberi izin.
Setelah banyak proses dan segala cara masyarakat tempuh, hasilnya tetap nihil. Masyarakat tidak mendapatkan respon yang positif dari Pemda Sumba Timur. Mediasi yang dilakukan Pemerintah tidak menemukan titik terang. Mediasi-mediasi yang dilakukan terkesan formalitas hanya untuk memenuhi kemauan masyarakat namun tidak ada solusi praktis yang ditempuh.
Pemerintah terkesan membangun cara pandang asal masyarakat senang. Proses penyelesaian masalah pun menemui jalan buntu dan tidak pernah selesai. Aktivitas perusahaan di lokasi juga tidak pernah diberhentikan oleh pemerintah. Aksi protes masyarakat seakan menjadi suara-suara yang tidak pantas untuk didengar. Suara-suara yang hanya mencari sensasi dan harus diabaikan. Mengguritanya sikap apatis pemerintah terhadap rakyat akhirnya berdampak pada kehidupan sosial.
Pembiaran terus dilakukan. Suara masyarakat tidak pernah dianggap bernilai sedikit pun oleh pemerintah Sumba Timur. Sikap superior pemerintah mengabaikan kepentingan masyarakat yang merintih.
Dampak pembiaran yang terus dilakukan pemerintah menimbulkan penyakit sosial yang mulai menjamur. Konflik horizonttal dimana-dimana semakin tidak terbendung. Masyarakat yang selama ini hidup berdampingan mulai renggang. Beberapa marga yang selama ini saling menopang dalam aktivitas kehidupan sosial mulai hilang. Sikap “Patembi” (saling menghargai) di antara masyarakat mulai muncul sikap kasar satu sama lain.
Kehidupan sosial masyarakat benar-benar tidak berbentuk lagi. Sikap curiga satu sama lain semakin muncul dipermukaan. Kenyamanan masyarakat di obrak-abrik. Tradisi gotong royong dalam menyelesaikan sebuah kegiatan mulai hilang karena setiap masyarakat memikirkan sikap mereka terhadap perusahaan tersebut berdampak pada penilaian orang lain.
Semakin kompleksnya persoalan dilapisan masyarakat dibutuhkan kepekaan yang lebih dari pemerintah. Membangun cara pandang yang berbeda terhadap aksi protes masyarakat. Pemerintah harus merubah cara pandang bahwa aksi protes masyarakat ditunggangi kepentingan luar. Kejelian melihat persoalan secara lebih mendalam akan membuahkan sebuah solusi.
Ini adalah sejarah investasi terbesar yang masuk di Sumba Timur. Pemerintah harus mengambil sikap yang jelas terhadap berbagai persoalan tersebut sehingga tidak semakin meluas. Kebuntuan proses mediasi selama ini harus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah sehingga apa yang diharapkan dapat terwujud.
Pemerintah harus memikirkan apa yang terbaik dalam segi sosial, budaya, ekonomi dan politik sehingga tidak terjadi ketimpangan. Perhatian khusus terhadap gejolak di masyarakat sedapat mungkin direspon dengan baik. Sebagai orang tua dari masyarakat pemerintah harus mampu memberikan yang terbaik untuk kenyamanan hidup masyarakat.[*]
Penulis: Petrus Ndamung Ng. Koordinator Divisi WKR, Walhi NTT.