Waingapu. Com – Tak bisa dipungkiri Pulau Sumba kini menarik minat wisatawan nusantara (Wisnu) dan wisatawan mancanegara (Wisman). Alamnya yang eksotis plus adat budaya yang masih terjaga menjadi sebagian daya pikatnya. Kabupaten Sumba Timur sebagai bagian tak terpisahkan dari pulau yang juga dikenal dengan Tana Humba – Tana Marapu ini juga menjadi wilayah yang diminati wisatawan tuk diakrapi. Namun Pandemi Covid – 19 yang menglobal paparannya sejak pertengahan tahun 2020 silam tak bisa dipungkiri berdampak bagi turunnya kunjungan Wisnu dan Wisman.
Tak hanya efek Pandemi Covid – 19, awal April tahun 2021, Sumba juga diterjang bencana berupa badai siklon tropis Seroja. Beberapa wilayah alami banjir dan juga luluh lantak oleh terjangan angin kencang yang berakibat tumbangnya pepohonan serta rusaknya pemukiman warga. Lokasi – lokasi wisata yang dulunya ramai dikunjungi wisatawan hingga berimbas adanya penghasilan dan peningkatan ekonomi warga menjadi lengang atau sepi. Profesi penyedia jasa lainnya yang terkait dengan dunia wisata juga terkena imbasnya.
Berangkat dari realita itu konsorsorsium UPKM/CD Bethesda YAKKUM, SOPAN serta Yayasan KOPPESDA, Pusaka Siap Siaga Sumba Timur menggelar pelatihan kesiapsiagaan bencana dan pencegahan penyakit menular endemis dan epedemis bagi pengelola desa wisata. Pelatihan di Aula Hotel Tanto, Kecamatan Kambera, itu dilaksanakan dua hari, dimulai Selasa (22/03/2022) hingga Rabu (23/03/2022).
Pelatihan ditandai dengan ceremonial pembukaan juga pemaparan materi oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumba Timur, Ida Bagus Putu Punia. Dalam pemaparannya, mantan Kadis Lingkungan Hidup itu menekankan pula pentingnya kreatfitas para pengelola desa wisata, namun tetap mengedepankan potensi lokal.
“Masyararakat di desa atau lokasi wisata akan merasakan manfaat jika wisatawan diberikan suasana aman dan nyaman. Sedapat mungkin mengedepankan tiga hal yakni apa yang bisa dilihat, dinikmati dan bila perlu bisa ada yang dibawa pulang oleh wisatawan,” tandas Bagus sembari memberikan apresiasi kepada penyelenggara melaksanakan kegiatan itu.
Pelatihan yang diikuti oleh 24 orang dari desa mitra yakni desa persiapan Tanggedu, Pambotanjara juga perwakilan dari Kelurahan Prailiu dan Watumbaka itu juga melibatkan unsur pemerintahan desa dan kelurahan. Selain itu Tim atau kelompok pengelola desa wisata (Pokdarwis), perwakilan masyarakat dari elemen keluarga, perempuan penggerak ekonomi, orang dengan disabilitas, Lansia dan tokoh adat yang tinggal di sekitar tempat wisata.
Sejumlah fasilitator juga dilibatkan dalam kegiatan ini, berasal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Kesehatan dan tentunya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Pelatihan sendiri memadukan metode Presentasi Fasilitator, Sharing pengalaman dan peer learning, Kelompok diskusi, Presentasi dari peserta (hasil kelompok) dan diskusi pleno, Simulasi dan praktek.
Khusus untuk kesiapsiagaan, ditekankan pada bagaimana mengambil tindakan sedari dini, untuk memastikan penanggulangan yang efektif terhadap dampak ancaman, termasuk penerbitan peringatan dini yang cepat dan efektif serta penyediaan evakuasi orang dan barang dari lokasi-lokasi yang terancam bencana. Beberapa contoh kegiatan kesiapsiagaan antara lain: menyiapkan jalur evakuasi, titik kumpul, peta wilayah desa, peraturan desa atau penetapan standar operasional prosedur, penyediaan daftar telepon penting, pelatihan kesiapsiagaan, pembentukan tim siaga, melakukan simulasi, dan menyiapkan tas siaga (berisi surat berharga, obat, baju, makanan kecil).
Kesiapsiagaan ini bermanfaat agar setiap orang dapat memahami risiko, mampu mengelola ancaman dan, pada gilirannya, berkontribusi dalam mendorong ketangguhan masyarakat dari ancaman bencana. Di samping itu, keeratan sosial, gotong royong, dan saling percaya merupakan nilai perekat dan modal sosial yang telah teruji dan perlu terus dipupuk, baik berupa kemampuan perorangan dan masyarakat secara kolektif, untuk mempersiapkan, merespon, dan bangkit dari keterpurukan akibat bencana.
Demikian juga pengenalan terhadap penyakit menular endemis (tuberkulosis, diare, demam berdarah) serta penyakit pandemi (Covid-19) sebagai bentuk kesiapsiagaan agar dapat melakukan berbagai upaya untuk pencegahan penularan, terutama di lokasi wisata. Hal ini untuk menjawab masih adanya kekhawatiran wisatawan untuk berkunjung ke Sumba Timur, antara lain berkaitan dengan belum diterapkannya protokol kesehatan di lokasi wisata dan belum terpenuhinya target cakupan vaksin Covid-19.
Program Penguatan Desa Wisata Tangguh, Inklusif, dan Adaptif SIAP SIAGA Sumba Timur (PUSAKA SIAP SIAGA Sumba Timur) ini menyasar empat desa yang memiliki destinasi wisata yaitu Desa Persiapan Tanggedu – Wisata Air Terjun Tanggedu, Kelurahan Prailiu – Kampung Adat Pariliu, Kelurahan Watumbaka – Pantai Walakiri, dan Desa Pambotanjara – Bukit Warinding. Program ini merupakan bagian dari program Pemerintah Indonesia yang didukung oleh Pemerintah Australia melalui SIAP SIAGA (Palladium Indonesia).
Program ini bertujuan umum memulihkan kondisi ekonomi desa-desa wisata dengan kesiapan adaptasi terhadap pandemi Covid-19 dan pengurangan risiko bencana melalui pendekatan pelayanan yang lebih inklusif. Melalui program ini diharapkan terjadi Peningkatan kapasitas pelaku wisata, untuk menjadi desa wisata yang tangguh bencana dan inklusif, tercipta desa wisata yang adaptif terhadap Covid-19, memiliki kesadaran pengurangan risiko bencana dan lebih inklusif, dan meningkatnya kemampuan pelaku ekonomi kreatif di desa wisata Sumba Timur untuk memproduksi dan memasarkan barang dan jasa di era pandemi.
Umbu Renggang Marambajawa dari Pokdarwis Tanggedu menyatakan hikmah dari kegiatan pelatihan ini. Kepada media ini di sela – sela pelatihan, tokoh muda dari salah satu desa yang miliki pesona air terjun iconik itu menyatakan dari pelatihan ini dirinya semakin menyadari potensi besar terkait daya pikat Tanggedu yang masih bisa bisa digali dan dioptimalkan bagi kesejahteraan warga seekitarnya.
“Dengan pelatihan ini kita sebagai pengelola desa wisata dilatih dan diingatkan pentingnya kesiapsiagaan dengan melibatkan sejumlah elemen di desa termasuk suadara kita yang difabel. Mereka bisa dilibatkan sebagai pelaku usaha di sekitar lokasi wisata, juga pengelola kreatif meningkatkan kemampuan SDM hingga kreatif dalam mengembangkan usaha dan inovasi di daerah sekitar lokasi wisata,” urainya. (ion)