Pesona Watuparunu Vs Sampah Cs

oleh
oleh

Waingapu.Com – Pesona pantai Watuparunu, di desa Laijanji, Kecamatan Wulla Waijilu,Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT telah menjadi buah bibir sejumlah

kalangan. Mulai dari air lautnya yang bersih hingga lukisan atau pahatan alam pada tebing dan lubang batunya.

Namun sayang, seiring bergulirnya waktu cerita tentang Watuparunu tidak lagi semata pesonanya namun juga keprihatinan akan kondisinya yang kini mulai tercemar. Pantainya kini tak lagi didominasi pasir khasnya namun telah ternodai sampah-sampah plastik seperti gelas dan botol bekas air mineral.

Tak hanya itu, sarana WC yang ada kini tak berfungsi dan telah rusak. Kondisi itu kian membuat suasana pesisir pantai ternoda keasriannya.

Baca Juga:  Warga Umalulu Siap ‘Fight’ Dalam Proses Hukum VS PT. MSM & Pemerintah

“Heran juga saya, kok bias-bisanya WC seperti ini. Closednya jebol dan penuh batu, juga pintu tidak ada lagi. Pemerintah Desa hendaknya bisa menyikapi hal ini dengan cepat dan tegas,” keluh Glen, seorang pengunjung yang mengaku baru pertama kali ke Watuparunu dengan sepeda motornya, kala ditemui pekan lalu, di pesisir Watuparunu.

Senada dengan Glen, Reignatte seorang wisatawan lokal asal kecamatan Lewa juga menyatakan kecewanya.

“Saya lihat difoto teman teman di FB mantap sekali,saya ke sini ternyata demikian. Hanya saja sampah berserakan disana sini,” timpalnya seraya mengharapkan kesadaran para pengunjung untuk jangan membuang sampah seenaknya, juga harapannya bagi pemerintah setempat menyediakan tempat sampah dan menertibkannya.

Baca Juga:  Pemuda Nekad Cabuli Nenek di Pulupanjang, Remaja di Lewa Disetubuhi Pasca Dicekoki Miras

“Bule itu paling sensitif dengan sampah, jadi sebelum terlambat lebih baik benahi segera,” tukas seorang ibu yang kala itu nampak membawa anaknya yang masih balita sembari membawa anaknya ke mobil yang ditumpanginya.

Sampah yang berserakan di pantai Watuparunu sejatinya menjadi kecemasan yang kesekian bagi warga setempat khususnya dan warga Sumtim umumnya. Pasalnya masalah penguasaan lalu dilanjutkan dengan penjualan areal tanah di wilayah pesisir hingga mengancam kenyamanan dan akses publik ke laut dan pantai yang berjarak lebih dari 130 km dari kota Waingapu, juga telah menjadi persoalan yang belum jua mereda.(ion)

Komentar