Waingapu.Com – Direktur CV. Rasa Sayang, Yeremias Meta Yiwa alias Ngara hingga kini masih menunggu realisasi ganti rugi oleh Lapu Rengga Yina, sehubungan dengan
pembangunan Puskesmas Rawakatu, di Kecamatan Lewa – Kabupaten Sumba Timur, NTT.
Ngara yang ditemui di Waingapu, Selasa(076/02) pagi kemarin mengemukakan pihaknya sangat menghormati upaya mediasi yang dilakukan penyidik Polres Sumtim, yang mana kemudian diterbitkan surat pernyataan dari Lapu Rengga Yina, yang akan menggantikan kerugian yang dialaminya.
“Tanggal 16 Januari lalu mediasinya di Polres dan dia (Lapu Rengga Yina, -red), saat itu Lapu mengakui kesalahannnya dan dia bersedia menggantinya dengan uang pribadi sebesar dua ratus tiga puluh lebih juta. Batas waktu yang disepakati saat itu sampai dengan 31 Maret 2017 nanti,” jelasNgara.
Ngara dalam kesempatan itu juga menjelaskan, mediasi yang berbuntut adanya surat perjanjian atau pernyataan dari Lapu Rengga Yina itu, ditandatangani oleh dirinya dan Lapu Rengga Yina sebagai terlapor dan juga penyidik saat itu.
“Dia akui salah, jadi siap untuk ganti, suratnya memang saat itu hanya polisi yang pegang, saya tidak dikasih karena polisi saat itu bilang sebenarnya di Pidum tidak bisa untuk mediasi, namun itu hanya karena kebijakan saja,” imbuh Ngara.
Ditanya perihal ganti rugi yang dijanjikan tidak ditepati sebagaimana perjanjian dalam mediasi, Ngara menjelaskan tetap akan menyerahkan dan mendesak proses hukum ke aparat Polres Sumtim.
“Di surat pernyataan itu Lapu menegaskan dia siap untuk diproses hukum lebih lanjut jika sampai batas waktu yang disepakati tidak bisa menunaikan kewajibannya,” tandas Ngara.
Seperti diberitakan beberapa bulan lalu, Ngara melaporkan Lapu Rengga Yina, Ke Polres Sumtim 05 Oktober 2016 silam. Lapu yang kala itu menjabat sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan setempat juga selaku PPK di Dinas Kesehatan itu dilaporkan atas dugaan penipuan.
Adapun proyek pembangunan Puskesmas Rawakatu, sebelumnya ditenderkan secara terbuka dan kemudian dimenangkan oleh CV. Rasa Sayang yang berdasarkan surat kontrak dan dokumen pendukung lainnya melakukan pekerjaan. Dokumen-dokumen pendukung tersebut ditanda tangani oleh PPK diatas meterai dan berstempel resmi institusi pemerintah.
Apesnya kemudian proyek ini yang dalam kontraknya bernilai lebih dari Rp. 800 juta rupiah itu harus terhenti karena tidak ada mata anggarannya dalam DIPA tahun 2015 silam. Namun karena berdasarkan kontrak, pekerjaan telah dilaksanakan dengan pengeluaran ratusan juta bahkan surat kontrak dijadikan jaminan pinjaman di Bank oleh Ngara, yang mana kemudian berujung polemik dan kemudian sepeda motor dan sertifikat tanah akhirnya disita Bank.(ion)