Waingapu.Com – Penemuan situs tempayan di Kelurahan Lambanpu, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT, hingga kini terus menjadi perhatian dan buah bibir khalayak. Para arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) pada Balitbang, Kemendikbud hingga kinipun terus melakukan penggalian dan penelusuran lebih jauh terkait keberadaan dan juga sejarah situs itu.
Retno Handini, Ketua Tim Penelitian Diaspora Austronesia di Sumtim, bersama Truman Simanjuntak sebagai peneliti senior dann pengarah penelitian, kepada wartawan menjelaskan, pada umumnya berdasarkan hasil temuan di situs Lambanapu,yang dikuburkan dalam tempayan ataupun wadah apapun adalah tokoh atau figure yang punya pengaruh dimasyarakat. “Jadi dari temuan ini bisa dikatakan pada masa itu sudah ada stratifikasi sosialnya,” ungkap Truman.
Masih kata Truman, pentingnya temuan itu, tak hanya bagi warga dan pemerintah kabupaten (Pemkab) Sumtim namun juga bagi Indonesia bahkan dunia. “Sejauh ini sudah cukup mensupport dari pihak Pemerintah Kabupaten. Itu bukti bahwa sudah memahami pentingnya peninggalan ini, walau memang perlu berkali – kali dijelaskan. Jadi ini bukan sekedar tinggalan sejarah begitu saja namun yang lebih penting dari itu adalah nilai – nilai yang terkandung didalamnya, baik itu kebersamaan atau gotong royong, kemanusiaan dan persatuan,”timpalnya.
Truman dan Retno juga menambahkan, dari temuan di Lambanapu ini memang ada kesamaan dengan temuan lainnya di beberapa wilayah Indonesia. Namun tentunya tetap ada spesifikasi masing – masing, dalam kaitan dengan adaptasi terhadap lingkungan yang berbeda – beda. “Harus diketahui bahwa keberadaan situs – situs seperti ini di berbagai pulau di Indonesia adalah bukti – bukti persebaran awal leluhur Austronesia yang merupakan komponen terbesar bangsa Indonesia saat ini dari sisi kuantitas. Ini pencarian leluhur bangsa sejatinya, dan selanjutnya komponen kedua yakni saudara kita di Papua yang australomelanesid. Komponen berikutnya yang datang kemudian ada eropa, India, China Arab dan America. Ini semua berbaur, bersilang biologis, hingga yang namanya ras murni itu sudah tidak ada. Jadi diman – mana pluralisme itu menjadi ciri ke – Indonesiaan kita. Pluralisme itu sejatinya sudah sejak masa purba, ”imbuh Truman.
Adapun Senin (29/04) siang kemarin, Bupati Sumtim, Gidion Mbiliyora, pasca membuka kegiatan sekolah peradaban di Gedung Nasional Umbu Tipuk Marisi, Waingapu menaruh harapan, situs Lambanapu bisa dikembangkan menajdi pusat studi peradaban plus destinasi wisata baru. Harapan yang berjalan seiring dengan asa generasi muda dari sejumlah sekolah di Waingapu yang ditemui terpisah di lokasi temuan. “Kalau bisa dijaga dengan baik situs ini, agar generasi mendatang bisa pula melihat dan mempelajari sejah dari situs ini,” ungkap Juan Talora, siswa SMP Negeri 01 Waingapu.
Julia, Ambu dan Gracia siswi SMA Negeri 01 Waingapu juga menitip asa dan member kesannya masing – masing. “Saya bangga menjadi anak Sumba, apalagi dengan temuan ini Sumba makin terkenal nantinya. Sejarah peradaban seperti ini ternyata sudah ada di Sumba sejak masa lalu dan bisa dipelajri oleh orangdari luar,” urai Gracia.
“Setelah dari dekat tadi saya lihat temuan tadi dan melihat peradaban yang ada disitu dan diceritakan oleh para peneliti tadi, saya menilain nenek moyang kita orang Sumba sejak dulu sudah pintar dan kreatif. Jadi kebanggaan bagi orang Sumba,” papar Ambu.
Sementara itu Julia menyatakan, kebanggaan atas kreatifitas leluhur orang Sumba dan peradabannya yang ditemukan dalam situs tempayan itu harus terus terjaga. Selain itu kata dia, harus dikelola dengan baik untuk menjadi daya tarik wisata bagi warga luar Sumba bahkan dunia. “Ini harus dijaga dan dirawat dengan baik. Dan terus dipromisikan sebagai lokasi wisata. Kebanggaan sebagai orang Sumba dengan temuan situs ini kini makin bertambah,” tandasnya. (ion)