Begini Proses Cari & Olah Iwi Ala Rambu Uru

oleh
oleh
Hidangan Iwi

Waingapu.Com – Kekeringan dan kemarau panjang kini masih melanda sebagain wilayah Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT. Dampaknya, hingga kini warga belum bisa melakukan aktifitas cocok tanam di lahan kebun dan sawah mereka. Selain itu, persediaan makanan dalam bentuk beras dan jagung juga mulai menipis bahkan habis.

Kondisi ini membuat sebagian warga berupaya mencari alternative makanan, sekalipun harus menyusur sabana, perbukitan dan lembah. Umbi-umbian liar menjadi sasaran pencarian warga. Salah satu umbi-umbian yang paling dicari adalah umbi yang oleh warga di sebut Iwi. Iwi atau umbi gadung itu, memang mengandung racun, karena itu ada tahapan pengolahannya.

Rambu Uru

Adalah Rambu Uru Hida (65), warga desa Pambotanjara, Kecamatan Kota Waingapu, yang ditemui pekan lalu menjelaskan cara pengolahan Iwi yang baik dan benar. Dengan campuran bahasa Indonesia dan bahasa Sumba-Kambera, perempuan dari Marga Maritu yang memiliki tato tradisional ditangannya itu mengurai dan mempraktekkan cara mengolah Iwi.

Baca Juga:  Bupati Sumba Timur Akui Laporkan Deddy Holo Ke Polisi

Pasca digali, Iwi dibersihkan dari tanah yang melekat dikulitnya, setelah itu, kulit iwi dikupas, jika belum terbiasa ada baiknya tangan dibungkus plasitik saat mengupasnya karena mengandung getah yang gatal.

Pasca dikupas, demikian Rambu Uru yang kala itu didampingi warga dan kerabatnya yang lain menjelaskan, Iwi diiris tipis, lalu kemudian dijemur selama kurang lebih tiga hari. Jika telah kering, iwi masih harus direndam selama tiga hingga empat hari di sungai. Sungai dipilih karena airnya mengalir hingga bisa meluruhkan racun Iwi.

Makan Iwi

Tak sampai di sini, setelah direndam, Iwi masih harus dijemur lagi selama dua hingga tiga hari. Setelah itu barulah Iwi bisa disimpan sebagai stok pangan, juga bisa untuk dimasak untuk konsumsi rumah tangga.

Baca Juga:  Mendes PDTT Yakin Dalam Tiga Tahun Warga Miskin di Sumba Timur Sirna

Memasak Iwi bisa layaknya beras yang dimasak atau dikukus menjadi bubur atau nasi. Namun masih harus pula direndam kurang lebih satu jam. “Harus direndam, biar tidak keras, jadi lembek dan cepat masak,” kata Rambu Uru saat mulai proses masak Iwi di dapurnya.

Agar lebih menggairahkan, Iwi bisa dicampur santan atau bisa pula saat matang, ditaburi parutan kelapa, gula pasir atau gula merah. Menunggu iwi matang, tidak jauh beda dengan saat memasak beras jadi bubur atau nasi.

Kekeringan menjadi realita, kemarau adalah fakta tak terhindari. Menipis bahkan habisnya stok makanan juga bukanlah imajinasi. Upaya untuk tetap bertahan dengan mengambil apa yang disediakan alam, seperti halnya umbi-umbian liar beracun atau Iwi, kemudian mengolahnya untuk layak dikonsumsi, tak bisa dipungkiri telah mentradisi sejak masa silam. Diwariskan oleh leluhur untuk menjadikan pencarian dan pengolahan iwi, menjadi makanan sebagai alternatif terakhir kala tidak lagi ada pilihan.(ion)

Baca Juga:  Konsolidasi Organisasi Birokrasi, Hal Pertama Yang Akan Dilakukan KP-DMW

Komentar