BELAJAR DARI ALAM

oleh
oleh

Mengembalikan Karakter Hidup Ekologis

Dewasa ini pertanian menjadi salah satu sektor yang diperhatikan serius oleh pemerintah pusat, kabupaten/kota. Sudah banyak

program yang dilakukan oleh pemerintah sebagai wujud tanggungjawabnya kepada rakyat dimana tertuang dalam konstitusi negara ini. Persoalan demi persoalan yang kerap menghampiri masyarakat (petani) menjadi persoalan besar pemanggku kepentingan dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatanya baik dalam kehidupan ekonomi, sosial dan budaya disatu sisi pemerintah ingin mensejahterakan rakyat namun disisi lain masyarakat (petani) menjadi tumbal arus pembangunan yang begitu tidak terkendali dengan konsep ekologis.

Fakta menunjukan adanya kecenderungan petani tidak lagi menggarap lahan (sawah) mereka hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, baik dari internal maupun faktor eksternal. Faktor internal bisa saja terjadi karena petani tidak lagi memiliki/berkurangnya lahan produktif, Sumber daya Manusia (SDM) belum memadai, selain itu faktor eksternal karena daya dukung lingkungan rendah, ketersediaan air terbatas, perubahan iklim, persoalan agraria dan lain sebagainya. Ini tentunya menjadi pekerjaan besar kita saat ini. Petani harus menjadi pilar utama pembangunan ekonomi bangsa, oleh sebab itu petani harus mendapat tempat paling utama demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat, segala akses untuk kepentingan petani harus diberikan agar dapat menunjang segala kegiatan dan usaha masyarakat.

Hampir di seluruh daerah di Indonesia khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT) petani menjadi garda terdepan dalam menumbuhkambangkan perekonomian baik dalam skala mikro maupun makro. Rata-rata masyarakat di NTT berprofesi sebagai petani hal ini juga menunjukan betapa daya dukung lingkungan menjadi unsur penting dalam menunjang semua usaha yang bersentuhan dengan lingkungan.

BELAJAR DARI ALAM menjadi tag line penulis dimana banyak hal yang diajarkan oleh alam kepada kita. Mengapa ini menjadi penting bagi kita? untuk secara serius memahami betapa pentingnya lingkungan hidup, dalam menjaga dan melestarikan alam merupakan sebuah langkah serius yang harus dikerjakan saat ini. Sejak dahulu kala pendahulu kita telah menerapkan berbagai pola kehidupan yang bersahabat dengan alam dalam berbagai dimensi kehidupan sosial masyarakat. Eksploitasi sumber daya alam (SDA) akhir-akhir ini tidak lagi berlandaskan pada aspek lingkungan yang berkelanjutan namun semata pada aspek ekonomi hal inilah yang menjadi tantangan kita untuk bagaimana menerapkan pola dan tindakan kita agar senantiasa bersahabat dengan alam. Alam memberikan segala kebutuhan hidup kita.

Baca Juga:  Sumba Timur Bebas Demam Berdarah (DBD)

Manusia dan Lingkungan

Manusia menjadi rantai tertinggi dalam siklus kehidupan di bumi, tindakan dan pandangan manusia terhadap alam (lingkungan) saat ini sudah semakin rendah. Begitu banyak memanfaatkan sumber daya alam namun tidak sebanding dengan tindakan melestarikan lingkungan yang berkelanjutan. Dampak dari rendahnya kesadaran manusia terhadap pelestarian lingkungan tentu menyebabkan berbagai persoalan yang bersentuhan langsung dengan tatanan kehidupan masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Kerusakan lingkungan semakin diperburuk dengan adanya eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran dimana hampir setiap daerah munculnya investasi yang tidak berwawasan lingkungan menjadi penyebab besarnya kerusakalan lingkungan. NTT menjadi salah satu wilayah dengan potensi yang sangat baik dimana daya dukung lingkungannya menjadi pilar utama masyarakat bertahan hidup. Sejak masuknya berbagai industri yang bersentuhan dengan lingkungan kini NTT mengalami perubahan besar dalam sudut pandang lingkungan. Masuknya perusahaan tambang, perkebunan monokultur, menjadi masalah baru yang dihadapai oleh masyarakat di NTT ada kontra produktif terkait dengan hal ini dimana paradigma masyarakat saat ini terpolarisasi dengan stigma bahwa tambang dan perkebunan (monokultur) membawa dampak baik, namun sebaliknya fakta menunjukan selama beberapa tahun terakhir banyak persoalan baru bahkan munculnya perlawanan masyarakat terhadap paradigma ini. Mengapa demikian?

Baca Juga:  Malaria dalam Kehamilan

Pada dasarnya masyarakat mulai merasakan dampak dari berbagai keputusan yang dibuat oleh pemangku kepentingan yang tidak mengedepankan pada pembangunan berkelanjutan hal ini tentu saja berkaitan langsung dengan siklus kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Masuknya investasi perkebunan monokultur, pertambangan, membuat masyarakat kehilangan berbagai sumber dan potensi yang ada yang dulu menjadi penopang kehidupan mereka. Sumber-sumber air, obat-obatan, makanan yang tersedia di alam kini seolah menghilang tentu saja masyarakat mulai resah dengan tindakan-tindakan yang tidak pro terhadap lingkungan dan belum lagi masalah pencaplokan tanah atau lahan, hak ulayat diabaikan, lahan produktif petani semakin hari semakin berkurang akhirnya masyarakat semakin susah.

Desa Wanga kecamatan Uma Lulu Kabupaten Sumba Timur menjadi salah satu contoh dari dampak konsesi lahan secara besar-besaran. Dahulunya masyarakat di desa ini menjadi lumbung padi, masyarakatnya mampu memproduksi padi (pangan) sampai dua kali dalam setahun, kini masyarakat desa wanga tidak bisa lagi dikarenakan ketersediaan air sangat terbatas, belum lagi masalah hak ulayat masyarakat yang sudah terbangun sejak ratusan tahun kini pelan-pelan tergusur oleh investasi.

Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang saling terikat, manusia memanfaatkan alam sebaliknya alam perlu dijaga dan dilestarikan. Hubungan ini perlu dipertahankan dan terus diwarikan kepada generasi-generasi berikutnya, kita bisa melakukan hal-hal sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan, menanam pohon, menjaga sumber-sumber air (mata air), tidak membakar hutan dan padang dan masih banyak lagi yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan lingkungan,

Alangkah lebih bijaksanannya jika masyarakat dan hukum adatnya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup dibandingkan dengan aturan atau hukum positif yang berlaku, pendapat penulis ini bukan mementahkan hukum positif yang ada sesuai konstitusi negara, namun fakta menunjukan bahwa selama pemerintah dan masyarakat masih bisa menghargai dan menghormati lingkungan maka selama itu pula alam ini terjaga dengan nilai dan kultur masyarakat yang ada.

Baca Juga:  Legalisasi Nafsu di Atas Lembaran Tugas Kuliah

Belajar Dan Menghargai Alam

Belajar dan menghargai alam menjadi salah satu langkah positif dalam membendung semua arus dan tindakan yang tidak berwawasan lingkungan. Partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan harus bisa bersama-sama membangun konsep pembangunan yang ramah lingkungan atau berwawasan lingkungan.

Budaya masyarakat telah mengajarkan kita untuk selalu menghormati apa yang diturunkan oleh sang pencipta, jika budaya ini hilang akibat derasnya arus pembangunan yang tidak berwawasan dan berkarakter lingkungan, maka secara tidak langsung landasan hidup dalam konteks lingkungan akan hilang juga. Manusia akan semakin serakah tanpa mempedulikan lingkungannya hal inilah yang tidak diinginkan oleh kita semua.

Kita semestinya bangga dengan masyarakat di pedesaan dengan kesederhanaan mereka mampu menjaga dan melestarikan alam, hutan, gunung, sungai bagi masyarakat pedesaan menjadi symbol kehidupan dengan dibarengi nilai budaya masyarakat setempat. Inilah salah satu gagasan penulis untuk kembali menghidupakan nilai-nilai ekologis. Sedini mungkin pendekatan kultur dengan lingkungan sudah terjadi selama ratusan tahun inilah yang menjadi kekuatan dasar kita untuk belajar dari alam, mengenal, memahami, melihat dan melindungi serta melestarikan alam menjadi tanggung jawab kita semua sebagai makhluk sosial.[*]

IDENTITAS PENULIS
Nama : Deddy Febrianto Holo
Alamat : Jl. Kelapa gading Oesapa-penfui Kupang
Organisasi : Anggota Sahabat Alam WALHI NTT bidang Pengelolaan Sumber Daya Air
E-mail : deddyfebrianto@gmail.com
No Telepon : 081 246 093 579

Komentar