HARI TANI NASIONAL MOMENTUM KEBANGKITAN PETANI

oleh
oleh
Rudyolof Imanuel Malo Pinda

Tanggal 24 September selalu diperingati sebagai hari tani nasional.Penetapan Hari Tani Nasional berdasarkan keputusan Presiden Soekarno tanggal 26 Agustus 1963 No 169/1963 menandakan pentingnya peran dan posisi petani sebagai entitas dan soko guru bangsa yang justru kerap dilupakan saat ini. Berbagai aksi membela petani selalu dikumandangkan di berbagai provinsi di Indonesia. Para petani, para mahasiswa, dan LSM pro lingkungan selalu turun ke jalan untuk menuntut dan menyuarakan hak-hak petani yang selama ini masih jauh dari yang namanaya sejahtera.

Presisden Soekarno tentu sangat paham betul dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduk Indonesia adalah kaum tani dengan tingkat kesuburan tanah yang sangat bagus, sehingga prsesiden Sukarno membuat undang-undang pro tani, atau dalam bahasa popular Sukarno yaitu kaum Marhaen. Keputusan presiden Sukarno di buat salah satunya agar tidak terjadinya kepemilikan lahan yang besar oleh segelintir orang saja,namun sayang saat ini kita melihat berbagai permasalah pertanian atau agraria selalu muncul dinegara kita ini, mulai dari kasus yang sangat populer yaitu masyarakat Samin vs Semen Indonesia yang terjadi di Jawa Tengah, serta terdapat jugakasus kekerasan yang terjadi pada petani seperti kasus Salim Kancil yang terdapat di Jawa Timur,dan masih banyak lagi lainya.

Para investor selalu bisa betul menguasai lahan pertanian warga, bahkan yang diambil sampai beribu-ribu hektar dengan iming-iming kesejahteraan yang baik disekitar pemukiman warga dan janji abal-abal lainya, dengan menggunakan topeng BUMN para investor sekali tepuk mengusai lahan warga dan menyingkarkan semua para petani.

Baca Juga:  Langka Terjadi, Pohon Pisang Berjantung & Bertandan Empat di Okahapi 

Masalah agararia dan pertanian akhir-akhir ini mulai sensitif juga di Kabupaten Sumba Timur, seperti kasus yang terjadi di kecamatan Umalulu, yaitu adanyainvestor yang masuk dan menanamkan modal besar untuk membuka lahan tebu sebanyak 2000 hektar tentu luas tanah yang sangat vantastik. Pro dan kontra mewarnai munculnya investor yang masuk, pemerintah sangat berkeyakinan besar bahwa dengan munculnya investor akan memajukan Sumba Timur, karena banyaknya penerimaan tenagakerja yang dibuka oleh pihak investor,dan APBD bisa meningkat dari hasil pajak yang didapatkan. Tidak kalah dengan pihak yang pro investor yaitu pemerintah, pihak yang kontra juga yaitu LSM pro lingkungan seperti WALHI, beberapa mahasiswa dan para petani yang merasa dirugikandengan adanya investor mengatakan munculnya investor berdampak buruk pada gagal tanam atau panen lahan pertanian warga karena diduga investor melakukan monopoli air dengan membendung air supaya air lebih banyak ke lahan tebu dan lahan yang digunakan investor merupakan lahan adat atau suku, yang dimana pemilikan lahan tersebut tidak tunggal melainkan di miliki oleh banyak orang, dan petani juga menduga adanya ganti rugi tanah yang tidak seimbang dengan harga tanah yang disewa berpuluh-puluh tahun.

Baca Juga:  Surat Terbuka Kepada Pemda Sumba Timur

Kita tentunya sebagai masyarakat Sumba Timur tidak mau jika suatu saat nanti Sumba Timur harus mengimpor semua bahan baku makanan, pertanian di suatu daerah bukan saja hanya berbicara terkait pemenuhan pangan masyarakatnya tapi pertanian disuatu daerah juga berbicara tentang titik sentral pembangunan suatu daerah tersebut.

Hak-hak masyarakat tani harus diperhatikan betul oleh pemerintah, seperti penyediaan pupuk murah, penyediaan lahan yang memadai dan yang terutama juga penyediaan air, dan jika terbukti betul ada indikasi pihak perusahaan tebu melakukan monopoli air kelahan pertanian warga, maka pemerintah jangan ragu lagi untuk membatalkan rencana pembanguan pabrik tersebut. Dalam pemberian ijin kepada pabrik tebuh untuk membuka lahan pemerintah harus betul-betul memikirkannya dengan matang apakah perusahaan tebu lebih banyak positifnya atau lebih banyak negatifnya.

Akhirnya penulis sampai pada konklusi atau solusi dari tulisan ini yaitu penulis menawarkan pentingnya pembanguanan partispatif. Pembambangunan partisipatif merupakan pembangunan yang memposisikan masyarakat sebagai subyek atas program pembangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan merekasendiri, pelibatan masyarakat mulai dari tahap perancanaan-pelaksanaan-monitoring dan evaluasi.

Sudah seharusnya pemerintah melakukan pembangunan partispatif agar masyarakat tidak mempunyai rasa sifat curiga negatif yang tinggi kepada pemerintah, jangan hanya pemerintah mengajak kaum-kaum pemilik modal saja atau orang-orang besar saja untuk melakukan suatu pembangunan atau kebijakan misalnya kebijakan terkait investor pabrik tebuh, tetapi pemerintah harus bisa mengajak semua elemen masyarakat yang terlibat dan merasakan dampaknya untuk dirembung bersama agar menemukan solusi yang baik dan tidak memberatkan di satu pihak saja.

Baca Juga:  Pilkades Lai Hau: Muncul DPT Fiktif, Antara Domokrasi Dan Kepentingan

Pemerintah tentu mempunyai data yang akurat bahwa masuknya investor tebu akan memperlancar perekonomian warga, tetapi warga juga mempunyai cerita bahwa masuknya investor kekeringan semakin tinggi, oleh sebab itu perlunya dilakukan AMDAL bersama dengan melibatkan pihak yang pro maupun kontra dan melibatkan juga pihak netral maupun penengah, AMDAL yang telah keluar harus disepakati bersama entah itu perusahaan harus dilanjutkan atau diberhentikan tapi yang paling utama AMDAL tersebut harus berlandaskan jujur, transparan dan terbuka.

Mari kita bersama merefleksi diri sekali lagi, tanggal 24 September seharusnya dijadikan momentum bersejarah bagi kepentingan petani, sudah saatnya kita sebagai pemuda dan mahasiswa menyuarakan aksi membela petani, petani adalah guru bangsa yang mengajarkan kecintaan akan alam, dan makna positif dalam mengelola alam, jagan kita diam terhadp eksploitasi lingkungan, lawan setiap penggusuaran terhadap lahan petani. Tunjukan aksi mu sebagai pemuda dan mahasiswa untuk membela kaum tertindas.[*]

Penulis: Rudyolof Imanuel Malo Pinda, Alumni Sosiologi Atma Jaya Yogyakarta

Komentar