Waingapu.Com – Memperingati Hari Anti Tambang yang jatuh tiap tanggal 29 Mei tiap, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTT bersama Barisan Rakyat Tolak Tambang di Sumba (BRANTAS) dan jaringan lainnya di Pulau Sumba menyerukan kepada segenap elemen bangsa yang peduli untuk bersatu, melakukan aksi dan atau kegiatan lainnya dalam kerangka ‘menolak lupa’ akan kekejaman investasi pertambangan. Begitu kejamnya investasi pertambangan hingga mengancam sendi-sendi kehidupan. Selain itu, merampas ruang hidup dan merusak lingkungan dan dapat mengancam nyawa bagi siapapun yang melawannya. Demikian sebagian point penting WALHI NTT dalam rilisnya yang diterima media ini beberapa hari lalu.
Dipaparkan WALHI NTT, isu tambang cukup kencang pada tahun 2010 -2012 lalu. PT. Fathi Resources – Hilgrove Resources satu perusahaan yang bergerak di usaha tambang emas mendapatkan perlawanan dari warga di Sumba terutama di lokasi eksplorasi. Kawasan Taman Nasional Lawangi – Wanggameti Sumba Timur (Sumtim) dan Taman Nasional Manupeu-Tanadaru Sumba Tengah menjadi lokasi yang paling dikritisi dan dikedepankan dalam argumen – argumen perlawanan warga.
Di Sumba Tengah, demikian rilis WALHI, gelombang penolakan dari warga membuahkan lahirnya sebuah kohesi sosial dan meningkatnya solidaritas antar warga. Berawal dari kriminalisasi terhadap tiga petani, yang dituduh melakukan tindak pidana melakukan pembakaran alat berat perusahaan tambang.
Pada tanggal 06 April 2011 perusaahan melakukan pengeboran di lokasi pengembalaan ternak dan dekat wilayah yang dikeramatkan oleh warga (sesuai tradisi dan budaya orang Sumba). Di bulan yang sama terjadi kebakaran di lokasi tersebut, alat berat perusahaan terbakar dan ketika warga pergi melihat kejadian tersebut, mereka hanya menemui dua anggota polisi tanpa satu pun operator alat berat perusahaan ditempat. Sial menimpa warga, karena mereka lebih dahulu sampai di tempat kejadian, kemudian mereka dituduh yang melakukan pengrusakan alat berat tersebut. Para petani itu adalah Umbu Djanji, Umbu Mehang, dan Umbu Pendingara.
Ketiga petani inilah menurut WALHI, dengan mudah diseret aparat penegak hukum, adalah penggerak dan ujung tombak perjuangan warga dalam menolak tambang. Mereka akhirnya diadili pada tanggal 03 Mei 2012 diputuskan bersalah di Pengadilan Negeri Sumba Barat dan mesti menjalani hukuman kurungan sembilan bulan penjara.
Belakangan ini isu lingkungan di Indonesia menjadi satu persoalan kemanusiaan yang mengemuka. Pengerusakan lingkungan oleh korporasi tambang dan perkebunan monukultur terutama di wilayah Indonesia Timur sangat marak. Korporasi mengatasnamakan ijin dari negara mengeruk kantong-kantong kehidupan dan penghidupan warga. Tidak jarang penolakan masif dari warga di sekitar lokasi malah mendatang bencana bagi warga sendiri. warga dituduh melawan kehendak Negara atau warga malah diposisikan sebagai pelaku kriminal.
WALHI juga memaparkan, di tengah gelombang kran investasi industri pertambangan yang akan mengancam itu, dari jumlah 309 izin pertambangn di NTT, tujuh izin berada di Sumba. Salah satu izin yang berpotensi akan dikembangkan adalah PT Artha Sumba yang bergerak dalam pertambangan galena di Kecamatan Karera.
Dalam rangka memperingati Hari Anti Tambang, Komunitas BRANTAS dan WALHI NTT di Sungai Mbatakapidu, Selasa (29/05) lalu, dalam kemasan diskusi kala menjalankan aksinya menyatakan sejumlah permintaan dan catatan kritisnya yakni, meminta Pemda tidak melupakan suara gereja se – Sumba yang telah menyatakan penolakan terhadap segala jenis investasi tambang Minerba di Sumba, meminta Pemerintah Provinsi NTT dan Pemda Se Sumba tidak memberikan izin tambang di Pulau Sumba.
Selain itu meminta Pemerintah fokus pada pengembangan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dan tidak menghancurkan lingkungan hidup dan ekosistem sabana di Sumba, meminta Pemerintah fokus pada pengembangan dan penguatan daya dukung lingkungan terutama konservasi sabana dan kawasan hulu.
WALHI dan elemen pendukung aksi ini juga menyatakan dukungan pada Gereja Se – Sumba untuk tetap bersuara menolak pertambangan minerba di Sumba. Selain itu meminta elemen masyarakat Se – Sumba tetap menolak segala jenis pertambangan Minerba di Sumba.
Adapun rilis ini dikirimkan oleh dua figur yang menjadi nara hubung, masing-masing Antoni Awang selaku Dinamisator BRANTAS dan Petrus Ndamung selaku Koordinator Wilayah Kelola Rakyat WALHI NTT. ,