Waingapu. Com – Piutang Pajak di Kabupaten Sumba Timur mencapai Rp. 16,9 Miliar. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumba Timur, Oria A. Raramata dalam gelaran Rapat Koordinasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Waingapu, Sumba Timur, Selasa (29/06) lalu. Rakor yang dilaksankan di KPP Pratama Waingapu itu Oria juga menyampaikan bahwa perubahan nilai NJOP ditargetkan akhir bulan Juni 2021 selesai dibuat. Oria juga berjanji akan meneruskan informasi tersebut ke KPP Pratama Waingapu.
“Prioritas untuk lima kecamatan dulu. Khusus dengan KPP sudah buat MoU. Tindak lanjut dari MoU, Pemda akan mengirim SDM ke KPP untuk meningkatkan kompetensi,” ujar Oria.
Oria juga menjelaskan beberapa kendala yang dihadapinya. Diantaranya setiap obyek pajak yang dilimpahkan dari KPP Pratama sejak tahun 2013 ada nama orangnya namun lahannya tidak ditemukan. Oleh karena itu, katanya, pemda memerlukan waktu untuk melakukan pemutakhiran data terlebih dahulu.
“Ada juga subyek yang tidak dikenal. Ada nama tapi tidak dikenal. Dari 101 ribu data di KPP hanya 86 ribu data objek pajak yang ditemukan di Pemda. Dari jumlah objek pajak yang ditemukan, terhitung piutang pajak sebesar Rp16,9 Miliar. Kami juga berharap pada proses pencairan dana desa ada proses pemberian rekomendasi dari kami, hal ini untuk mengunci agar dibayarkan dulu pajaknya sebelum pencairan,” pinta Oria.
KPK mendorong peningkatan penerimaan pajak daerah dan pusat di Pulau Sumba, NTT. Karena itu perlu adanya koordinasi Pemda dan KPP.
“Kami mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk dapat mengoptimalkan penerimaan daerah. Kalau untuk pajak pusat penting untuk pemda berkoordinasi dengan KPP. Karena ada kontribusi DBH dan TKDD untuk Pemda di sana,” papar Ketua Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah KPK Dian Patria dalam rilis yang diterima media ini.
KPP Pratama Waingapu sendiri membawahi empat Kabupaten yang ada di Pulau Sumba. Demikian dijelaskan Frans Hutagaol, Kepala KPP Pratama setempat. Diakuinya, angka penerimaan pajak terbesar dari kabupaten Sumba Timur dibandingkan dengan tiga Kabupaten lainnya yakni Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya.
“Penerimaan pajak tahun 2021 per tanggal 27 Juni sebesar 31,25 persen atau Rp. 90 Miliar dengan target setahun Rp. 288 Miliar. Selama tiga tahun secara berturut-turut tahun 2018 sebesar 95,27 persen, tahun 2019 sebesar 93,36 persen, dan tahun 2020 sebesar 83,65 persen,” jelas Frans.
Penerimaan per sektor 2020, tambahnya, paling banyak dari konstruksi proyek pemerintah yaitu 28,51 persen. Di urutan kedua, sambung Frans, dari administrasi pemerintah dan Jamsostek termasuk dana desa yaitu sebesar 18,89 persen.
Lebih lanjut Frans menjelaskan hasil evaluasi sinergi dengan Pemda sebagaimana yang dipaparkan saat pertemuan, banyak bendahara desa belum melakukan pemotongan dan atau pemungutan pajak dengan benar. Hal ini, menurutnya, disebabkan minimnya pengetahuan perangkat desa. Dan untuk itu, sambungnya, KPP Pratama sudah membuka akses konsultasi untuk itu.
Kedua, terbatasnya Zona Nilai Tanah (ZNT) untuk seluruh wilayah Pulau Sumba. NJOP PBB tidak mengalami kenaikan sejak alih PBB dari KPP ke pemda sehingga pihak terkait sulit menilai kewajaran nilai.
“Ketiga, sinergi pertukaran data belum berjalan maksimal. Misalnya untuk data IMB, data perizinan, data pembayaran PB1 dan lain-lain,” urai Frans.
Menanggapi penjelasan pemda dan KPP Pratama Waingapu, KPK menjelaskan bahwa dari diskusi sebelumnya dengan beberapa Kepala KPP di wilayah Timur, dana desa berkontribusi menyumbang pajak baru sebesar 0,3 persen padahal potensi tax ratio rate-nya bisa sampai lima persen.
“Contohnya di Manggarai Barat, dibuat tim OPD yang ketuanya Kepala KPP. Kita dorong juga pelaku usaha Timur untuk memiliki NPWP cabang karena ada banyak pelaku usaha yang alamatnya di Jakarta dan bayar pajaknya ke Jakarta,” jelas Dian.
Di Maluku, tambah Dian, kontribusi sektor pajaknya sedikit sekali yaitu hanya 2,2 persen atau hanya Rp. 10 Miliar. Padahal, sebut Dian, ada 1.604 kapal ikan di atas 30 gross ton (gt) disana, tapi hanya empat yang membayar pajak ke daerah dan yang lain dibayarkan ke Jakarta.
Menutup pertemuan, KPK menekankan pentingnya integrasi dan interkoneksi data langsung antara Bapenda, KPP dan BPN agar sinkron.
“Data detail yang utama. Tadi yang besar kan sektor konstruksi. Nah, ini kita suka luput pajak galian C atau pajak mineral bukan logam. Menurut orang Balai Kemen PU, yang paling besar bendungan. Perlu perhatian di sana. Kita tutup semua celah potensi pelanggaran atau penyimpangan,” tegas Dian. (ion)