Tak kenal maka tak sayang. Istilah ini sering terdengar dalam berbagai kegiatan untuk mengawali perkenalan antara satu manusia dengan yang lainnya. Mengenal adalah sebuah proses menjalin keakraban yang merupakan satu bentuk berbagi kasih sayang. Namun dalam konteks perlawanan, mengenal adalah salah satu tahapan untuk melawan. Seperti perlawanan terhadap virus dengue yang menyebabkan penyakit demam berdarah dengue (DBD), penting sekali untuk mengetahui tentang virus ini agar setiap tindakan yang diambil baik sebagai masyakat atau pun pemangku kebijakan bisa tepat sasaran dan tidak merugikan masyarakat atau lingkungan.
Hingga saat ini, di Sumba Timur tercatat sekitar 18 orang meninggal dunia karena penyakit DBD dalam rentang usia yang berbeda-beda, anak-anak dan orang dewasa. Selain itu telah ratusan orang terinfeksi virus dengue. DBD seakan menjadi penyakit yang ‘merakyat’ dan mematikan. Menabuh genderang perang untuk DBD adalah keputusan yang memang harus dilakukan.
Dari salah satu pemberitaan media waingapu.com tanggal 11 Maret 2019, terdapat narasumber media ini yang mengatakan bahwa masyarakat membutuhkan sosialisasi terkait DBD karena masih banyak yang belum mengetahui dengan pasti tentang penyakit ini seperti penyebab dan gejalanya. Hal ini mempengaruhi keinginan masyarakat untuk peduli terhadap masalah ini dan terhadap keinginan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat. Mereka mengira gejala yang dialami hanyalah gejala penyakit biasa yang akan sembuh dengan sendirinya atau dengan minum obat dari tanaman di sekitar rumah.
Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat, mereka perlu mengetahui tentang penyakit ini, gejala penyakitnya, mengapa penyakit ini berbahaya dan bagaimana mencegahnya. DBD mungkin tidak asing bagi sebagian orang, namun pengetahuan tentang penyakit ini perlu juga disampaikan ke semua lapisan masyarakat karena virus ini bisa menyerang siapa saja.
Mengenal Virus Dengue
Virus dengue adalah patogen yang menyerang tubuh manusia hingga menderita demam berdarah dengue yang dapat menyebabkan kematian. Virus ini berukuran sekitar 35-45 nm. Virus dengue memiliki beberapa cara untuk mempertahankan keberadaanya di alam. Ada tiga hal yang mempengaruhi exsistensi virus ini, yakni virus dengue sebagai agent, manusia sebagai host dan nyamuk aedes aegypti sebagai vektor.
Virus dengue dapat bertahan di alam melalui transmisi horisontal dan transmisi vertikal. Dalam transmisi horisontal, virus dengue dapat menyebar melalui tubuh nyamuk ke manusia atau beberapa jenis hewan dan begitupun sebaliknya dari manusia atau hewan ke tubuh nyamuk. Sementara transmisi vertikal adalah penyebaran dari nyamuk yang terinfeksi virus dangue ke generasi selanjutnya atau yang dikenal juga dengan transovarial.
Transovarial sudah dibuktikan melaui penelitian yang dilakukan oleh Umniyati (2004) di Yogyakarta dalam penelitiannya yang berjudul Preliminary Investigation on The Transovarial Transmission of Dengue Virus in The Population Ae. sp aegypti in The Well. Sejak saat itu hingga tahun 2017, telah terdapat sekitar 17 hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia yang membuktikan bahwa transovarial memang terjadi dalam proses mempertahankan eksistensi virus dengue. Proses ini kemudian menghasilkan nyamuk jantan yang juga terinfeksi. Nyamuk jantan ini akan menyebarkan virus dengue kepada nyamuk betina lainnya ketika melakukan proses perkawinan. Akibatnya, nyamuk betina yang sebelumnya tidak terinfeksi virus menjadi terinfeksi dan bisa menyebarkan virus dengue ketika menghisap darah manusia.
Penularan virus dengue terjadi ketika nyamuk menghisap darah manusia yang di dalam tubuhnya memiliki virus dengue. Ketika nyamuk yang terinfeksi virus dengue ini menghisap manusia sehat lainnya, nyamuk ini melepaskan air liurnya yang sudah mengandung virus. Virus itu kemudian masuk kedalam tubuh melalui jaringan limfalik. Di dalam tubuh manusia, virus tersebut lalu bereplikasi atau memperbanyak diri sehingga muncul gejala-gejala penyakit DBD. Nyamuk yang sudah terinfeksi virus dengue akan terus membawa virus tersebut seumur hidupnya dan akan selalu menularkan ke manusia lainnya atau ke telur – telurnya.
Virus dengue juga bisa membuat seorang yang terinfeksi mengalami keadaan ‘silent infection’ atau asimptomatik. Keadaan ini adalah keadaan dimana seseorang tidak terlihat mengalami gejala penyakit DBD atau hanya mengalami demam ringan, namun jika dilakukuan test antibody maka akan positif terinfeksi dengue. Seorang peneliti dalam buku Dengue dalam multiperpektif (2018), menuliskan tentang sebuah penelitian yang dilakukan Loka Litbang P2B2 Ciamis (2008) pada 26 kabupaten/kota di Jawa Barat. Penelitian ini melibatkan 1.941 relawan. Dalam penelitian ini 575 orang telah didiagnosis menderita demam dengue dan 916 orang merupakan keluarga atau tetangga. Hasilnya adalah 20% dari anggota keluarga atau tetangga poistif dengue namun tidak memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan karena tidak merasa sakit. Namun demikian, masih belum banyak penelitian yang dilakukan terkait potensi asimptomatik yang dilakukan di Indonesia.
Mengenal Nyamuk Pembawa Virus Dengue
Virus dengue hidup dalam tubuh nyamuk aedes aegypti. Nyamuk ini memiliki tubuh yang kecil, tidak menghasilkan suara yang gaduh saat terbang, di tubuh nyamuk ini terdapat garis berwarna putih dan ketika menghisap darah tubuh nyamuk ini tidak membentuk sudut 900. Masa hidup nyamuk aedes aegypti betina bisa mencapai beberapa bulan. Dalam satu kalimasa hidupnya, nyamuk ini bisa bertelur sebanyak 5 kali bertelur hingga lebih dari 600 butir semasa hidupnya. Nyamuk ini mengalami metamorfosis sempurnya yakni telur, larva atau jentik, pupa atau kepompong dan nyamuk dewasa. Semua proses itu membutuhkan waktu sekitar 8-14 hari tergantung keadaan lingkungan, namun telur nyamuk ini bisa bertahan hingga berbulan-bulan dan akan menetas jika terkena air, karena itu saat musim kemarau pun perlu dipastikan lingkungan tetap bersih.
Nyamuk aedes aegypti ini lebih sering menggigit di pagi dan sore hari. Seekor nyamuk dapat menggigit berkali-kali untuk memenuhi kebutuhan nutrisi untuk telurnya, karena itu dalam sekali memenuhi kebutuhan darah untuk telurnya, nyamuk ini bisa menggigit lebih dari satu orang. Setelah menghisap darah manusia, nyamuk tersebut akan mencari tempat beristrahat selama dua hari. Tempat beristirahat yang disukai nyamuk jenis ini adalah tempat yang gelap dan lembab seperti bawah tempat tidur, tirai, pakaian yang digantung, semak-semak dan tanaman yang pendek.
Tempat perindukan nyamuk aedes aegypti adalah tempat-tempat berair bersih dan tidak mengalir. Beberapa penelitian memukan bahwa terdapat jentik nyamuk aedes aegypti terdapat di tempat-tempat berair kotor dan terpapar langsung dengan tanah, namun pada karakteristik air tersebut, daya tetas dan proses perkembangan nyamuk sangat rendah dibandingkan air bersih. Jentik nyamuk aedes aegypti biasanya ditemukan dalam genangan tempat penampungan air di dalam rumah atau kamar mandi, genangan air di ban bekas, botol bekas, daun yang lebar dan bisa menampung air, cekungan di pohon dan sebagainya.
Usaha-Usaha Pencegahan DBD
DBD merupakan salah satu penyakit infeksi yang belum ditemukan obatnya karena itu perlu diupayakan agar tidak terpapar penyakit ini. Semua usaha medis yang dilakukan adalah proses dari menghilangkan gejala yang muncul. Seseorang yang terinfeksi virus ini akan mengalami 3 fase klinis. Fase 1 adalah fase demam atau febris yang berlangsung selama 4-5 hari, biasanya disertai eritema kulit atau bintik-bintik merah, sakit kepala, nyeri pada tubuh, serta mual dan muntah. Fase 2 adalah fase kritis dimana demam turun dan berlangsung sekitar dua hari. Pada fase ini penderita akan terlihat seperti sudah sembuh, tetapi perlu terus dilakukan pemantauan karena penderita bisa mengalami pemiable kapiler yang dapat menyebabkan kebocoran plasma. Fase 3 adalah fase pemulihan dimana penderita telah berhasil bertahan pada masa kritis.
Hingga saat ini telah banyak upaya dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit ini. Pemberantasan vektor atau eradiksi merupakan salah satu upaya yang direkomendasikan oleh WHO untuk memutuskan mata rantai penularan DBD. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dikenal dengan 3M plus, fogging, abatesasi, memanfaatkan ikan pemakan jentik adalah kegiatan eradiksi yang dilakukan di Indonesia secara umum. Namun di level pemerintah daerah pun sudah seharusnya bila pihak terkait memastikan sistem tata kota dikelola dan berfungsi dengan baik, misalnya drainase yang ada di lingkungan pemukiman perlu dipastikan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
Sejak 2011 hingga kini,di Indonesia sedang dilakukan upaya lain di daerah Yogyakarta yakni teknik pengendalian virus dengue dengan memanfaatkan bakteri Wolbachia. Di beberapa daerah seperti di Australia, upaya ini berhasil menekan angka perkembangan virus dengue. Hingga saat ini, proses penelitian masih terus berjalan. Dalam website World Mosquito Program dijelaskan bahwa hasil penelitian ini ditargetkan dapat diketahui di tahun 2020 nanti.
Sosialisasi atau menyebarkan informasi ke berbagai lapisan masyarakat juga merupakan hal yang penting untuk dilakukan hingga di level komunitas masyarakat yang kecil seperti RT, dusun ataupun praingu (kampung). Membangun kesadaran untuk menjaga lingkungan dan motivasi untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan harus dilakukan mengingat mobilisasi manusia sangat penting dalam proses penyebaran dan penularan penyakit ini. Masyarakat perlu terpapar dengan berbagai informasi tentang penyakit DBD. Apalagi dalam konteks Sumba yang saat ini sedang berbenah untuk pariwisatanya, perlu ada strategi untuk memastikan wisatawan tidak membawa virus dengue ke pulau ini atau pun sebaliknya. Para pelaku pariwisata perlu diedukasi terkait penyakit ini untuk menghindari adanya tempat perindukan nyamuk di lokasi wisata, salah satu contohnya adalah penyusunan botol bekas untuk tepian lintasan jalanan pengunjung di salah satu destinasi wisata yang ada di Sumba, ada baiknya botol tersebut ditanam terbalik dibandingkan membiarkan mulut botol mengarah keatas dalam keadaan terbuka karena hal itu bisa berpotensi menjadi tempat perindukan nyamuk.
Menjaga keharmonisan dengan alam tidak kalah penting. Dalam berbagai studi epidemiologi lingkungan, dapat dilihat hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan. Interaksi antara kedua kelompok ini sangat mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat. Rusaknya ekosistem hutan, padang atau pun gunung mempengaruhi habitat nyamuk dan kebiasaan nyamuk memperoleh darah. Sebelumnya kebutuhan darah untuk nutrisi telurnya tercukupi dengan darah hewan di hutan atau pegunungan atau pun padang misalnya dengan menghisap darah ternak yang dilepaskan di padang, namun karena habitat mereka terganggu mereka mencari lokasi kehidupan baru dimana manusia menjadi sasaran dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup mereka.
Upaya melawan virus dengue adalah upaya bersama. Sifat transovarial virus dengue serta mobilisasi masyarakat yang terus terjadi memungkinkan virus ini berkembang dengan cepat dan dalam cakupan wilayah yang luas, karena itu perlu stratergi yang cerdas, dan tepat serta melibatkan berbagai pihak untuk bisa melawan penyakit ini dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di Sumba timur khususnya dan Sumba pada umumnya.
Penulis: Dian Timoria, Solidaritas Perempuan dan Anak (SOPAN).