Waingapu.Com – Indonesia kaya akan ritual dan atraksi adat budayanya, ritual yang unik dan bahkan satu-satunya yang ada di dunia. Salah satunya ada di Pulau Sumba,
NTT. Ritual adat Pasola yang merupakan ajang uji nyali dan keterampilan berkuda, juga membidik lawan dengan lembing kayu tumpul digelar setiap tahun. Begitu flamboyannya ritual ini hingga sering meraup animo warga Sumba bahkan luar Sumba dan juga mancanegara. Ritual itu selalu dinantikan dan dirindukan walau acapkali ritual ini berujung kericuhan. Pasola Lamboya, bak menjadi pionir dari aneka aksi serupa yang akan berlangsung di wilayah Pulau Sumba.
Adapun Pasola sendiri merupakan ritual pamungkas dari rangkaian ritual adat yang telah dilakukan sebelumnya seperti mencari dan mencermati makna dibalik upacara Nyale yang dilakukan oleh para tetua adat di Pantai Lamboya. Pasola menjadi pesta rakyat yang menyedot perhatian warga tak hanya di Lamboya namun warga lainnya dari aneka latar belakang.
Kemacetan karena padatnya kendaraan dan para pejalan kaki serta para peserta Pasola yang mengendarai kudanya menjadi hal lumrah pada sejumlah titik menuju ke lokasi maupun saat kembali dari arena pasola. Banyak warga yang ambil bagian dalam ritual itu, baik sebagai peserta, pemungut lembing kayu maupun hanya sekedar penonton dan suporter.
Pasola tak dipungkiri menjadi ajang ‘Uji Nyali’ dan pembuktian keterampilan berkuda dan membidik lawan dengan lembing kayu tumpul. Ritual ini baru akan dimulai setelah tetua adat atau Rato memberikan tanda dimulainya.
Pasca menerima ‘sinyal’ sang Rato, para lelaki berkuda kemudian memasuki arena, memacu kudanya menjaga ritme dan keseimbangan tubuhnya karena harus memegang pelana sembari tangan lainnya memegang lembing. Saling membidik lawan dengan lembing, dan aksi menghindar bahkan menagkap lembing yang dilemparkan lawan menjadi pemandangan yang sensasional.
“Dulu lembingnya ini runcing, namun kemudian karena berbagai pertimbangan khususnya resiko cedera bahkan meninggal, lembingnya pernah diusulkan pemerintah untuk dipasangi karet. Namun warga menolaknya. Lalu kemudan disepakati lembingnya tumpul. Kendati tumpul tetap saja permainan ini beresiko, seperti luka-luka dan jatuh dari kuda. Tapi para peserta tetap sportif menerima apapun resikonya, fair play sudah ditanamkan nenek moyang yang mewariskan pasola ini sejak masa silam,” papar Agustinus Niga Dapawole, Bupati Sumba Barat (Sumbar) yang ditemui di sekitar arena Pasola Lamboya Sabtu (18/02) siang lalu.
Keyakinan bahwa tradisi ini merupakan bagian dari doa dan syukur dimana keringat bahkan darah yang tercurah dipandang sebagai persembahan buat Penguasa Semesta juga leluhur, yang diharapkan bisa memberikan berkah kesuburan dan kesejahteraan warga, menjadi resiko cedera urusan yang kesekian.
“Kalau memang mau luka atau jatuh bahkan mati itu resiko sudah. Yang penting kami masuk ke arena karea kami yakin kami tetap dilindungi Yang Maha Kuasa, juga didoakan oleh keluarga dan leluhur kita,” jelas Oktavianus Bora (35) seorang peserta Pasola yang mengaku selalu ambil bagian menjadi peserta sejak usia tujuh belas tahun.
“Ini atraksi adat yang murni dan sangat natural, tentunya bisa menjadi ajang untuk menarik minat wisatawan dalam dan luar negeri. Pemerintah pusat maupun daerah tentu akan berupaya untuk mempersiapkan sarana dan prasarana agar kenyamanan para wisatawan bisa terjaga. Sangat unik dan hanya satu-satunya ada di dunia. Ini kali pertama saya menyaksikannya secara langsung dan bisa jadi saya akan kembali bersama keluarga dan rekan-rekan saya suatu waktu nanti,” papar Esthy Reko Astuty, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, yang ditemui di tribun undangan.(ion)