Jakarta, Waingapu.Com – BPJS Kesehatan tutut memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) dengan memberikan Penghargaan Anti Kecurangan dan Anti Gratifikasi kepada pemangku kepentingan (Steke Holder) Program JKN termasuk unit kerja di BPJS Kesehatan, juga instansi terkait lainnya. Penghargaan ini merupakan apresiasi bagi segenap pihak yang terus bersinergi dan berkomitmen untuk terus melawan kecurangan (fraud) dan gratifikasi demi terwujudnya layanan kesehatan yang berkualitas bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Turut hadir memberikan penghargaan Menteri Kesehatan RI, Direksi dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional dan lembaga terkait lainnya di Jakarta, Kamis (07/12).
“Kegiatan ini diselenggarakan untuk menumbuhkan kesadaran publik dan peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi, khususnya pada penyelenggaraan Program JKN. Sebagai organisasi dengan tanggung jawab yang besar dalam mengelola dana amanah peserta JKN, tentu terdapat potensi terjadi kecurangan oleh berbagai pihak yang dapat menimbulkan kerugian terhadap dana yang dikelola. Untuk itu perlu upaya memperkuat kebijakan pencegahan dan penanganan kecurangan agar pelaksanaan Program JKN dapat berjalan dengan efektif dan efisien,” jelas Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti.
BPJS Kesehatan memberikan penghargaan kepada Tim PK-JKN Kabupaten Magelang, Kota Binjai dan Kabupaten Karo atas penanganan tindakan kecurangan terbaik. Sementara itu, untuk Tim PK-JKN tingkat provinsi, penanganan kecurangan terbaik berhasil diraih oleh Provinsi Jawa Tengah.
Hampir 1 dekade implementasi Program JKN, ternyata muncul sosok yang menginspirasi, konsisten dan berkomitmen dalam upaya pencegahan kecurangan dan pengendalian gratifikasi. Untuk itu BPJS Kesehatan memberikan penghargaan Tokoh Inspiratif Anti Kecurangan dan Anti Gratifikasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga Jusi Febrianto, Ketua TKMKB Provinsi Jawa Timur dr. Hamzah dan Walikota Malang Periode 2018-2023, Sutiaji.
Tidak hanya pemangku kepentingan terkait, pada kegiatan ini juga diberikan penghargaan kepada unit kerja dan Duta BPJS Kesehatan yang berkomitmen dalam upaya pencegahan kecurangan dan pengendalian gratifikasi.
Ghufron menambahkan, BPJS Kesehatan bersungguh-sungguh melakukan kegiatan pencegahan dan penanganan kecurangan dengan menerbitkan kebijakan tentang tata kelola pencegahan dan pendeteksian fraud, pengembangan tools investigasi, penguatan kompetensi SDM, serta penguatan sistem informasi. BPJS Kesehatan juga berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk membangun ekosistem anti fraud baik di dalam dan luar negeri.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan Kementerian Kesehatan berkomitmen memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Yang mana salah satunya bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam hal pengelolaan pembiayaan kesehatan. Kementerian Kesehatan tentu menginginkan belanja kesehatan yang dilakukan tentu efektif dan efisien untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Budi mengungkapkan saat ini salah satu belanja kesehatan terbesar dilakukan BPJS Kesehatan melalui Program JKN. Pada tahun 2022 jumlah biaya manfaat mencapai Rp113,47 trililun dan diprediksi meningkat hingga Rp 150-an triliun. Dari dana tersebut tentu ada potensi penyalahgunaan, namun saat ini Program JKN sudah memiliki sistem pencegahan dan penanganannya.
”Sudah sudah ada kerangkanya, digitalisasi sudah terbangun, kini tinggal bagaimana kita bisa mengintergrasikan informasi dan data yang ada. Saya sudah sempat mengunjungi dan melihat langsung Command Center BPJS Kesehatan beberapa waktu yang lalu. Kita juga perlu menjaga agar integritas para pihak di bidang kesehatan ini karena informasi kesehatan yang ada sebagian besar asimetris misalnya ada perbedaan pelayanan kesehatan di faskes satu dengan faskes yang lain,” kata Budi.
Budi menambahkan, jika dalam industri keuangan informasinya cenderung simetris dan bisa dinilai bersama, sehingga perbankan bisa dengan mudah memiliki informasi dan data apabila ada kecurangan. Berbeda dengan industri kesehatan yang cenderung asimetris. Budi juga menekankan, para pihak yang bergerak di bidang kesehatan harus senantiasa menjaga integritas.
Budi juga mengungkapkan apresiasi atas sistem informasi dan data yang dikelola BPJS Kesehatan dan ia berharap pemanfaatan data tersebut dapat dioptimalkan bersama.
”Untuk itu, kami juga berharap, BPJS Kesehatan dapat mengintegrasikan data dan informasi terkait kecurangan misalnya pihak mana yang melakukan phantom billing sehingga dapat ditindaklanjuti bersama . Dengan demikian kita bisa menciptakan ekosistem anti kecurangan yang kuat melalui sharing data dan informasi ini,” kata Budi.
Penguatan Ekosistem Anti Fraud
Dalam kesempatan yang sama Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Mundiharno mengungkapkan pemberian penghargaan anti kecurangan dan anti gratifikasi ini dilakukan untuk pertama kalinya dengan tujuan memperkuat ekosistem anti kecurangan dalam penyelenggaraan Program JKN.
”BPJS Kesehatan menyadari bahwa sustainabilitas Program JKN harus dijaga bersama-sama dengan baik dan penuh integritas. Dan karena itu semua pihak bukan hanya BPJS Kesehatan juga harus bersungguhsungguh dalam melakukan pencegahan dan pendeteksian kecurangan serta melakukan penanganan jika terjadi kecurangan pada Program JKN,” kata Mundiharno.
Ia melanjutkan, dalam melakukan pencegahan, pendeteksian dan penanganan kasus-kasus kecurangan yang terjadi di Program JKN, BPJS Kesehatan telah membangun, mengembangkan serta mengimplementasikan sistem anti kecurangan antara lain membuat kebijakan anti kecurangan JKN sebagai panduan teknis bagi seluruh unit dan Duta BPJS Kesehatan dalam sekaligus penanganan jika terjadi kasus kecurangan. Kebijakan tersebut mengacu pada Permenkes 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan serta pengenaan sanksi administrasi terhadap kecurangan dalam pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan.
Lebih lanjut, BPJS Kesehatan juga membentuk unit khusus dalam struktur organisasi BPJS Kesehatan yang berfungsi untuk mengembangkan dan mengkoordinasikan langkah-langkah anti kecurangan pada Program JKN. BPJS Kesehatan telah membentuk Tim Anti Kecurangan JKN di semua jenjang organisasi dari tingkat pusat, wilayah dan cabang. Jumlah Tim Anti Kecurangan JKN seluruhnya berjumlah 1.947 orang di seluruh Indonesia. Ke depan Tim Anti Kecurangan JKN tersebut akan disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BPJS Kesehatan di bawah naungan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
”Kami juga membuat proses bisnis dan mengembangkan sistem informasi dalam mencegah, mendeteksi dan melaporkan kasus-kasus kecurangan. Dalam hal pencegahan dan pendeteksian, kami telah mengembangkan dan mengimplementasikan sejumlah aplikasi untuk menganalisis big data yang dikelola BPJS Kesehatan,” tambah Mundiharno.
BPJS Kesehatan juga menetapkan Key Performance Indicator (KPI) bagi unit dan Duta BPJS Kesehatan yang terkait dengan kegiatan anti kecurangan, melakukan monitoring dan pelaporan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka anti kecurangan.
Mengembangkan ekosistem anti kecurangan juga dilakukan melalui koordinasi dengan Tim PK-JKN baik di provinsi maupun kabupaten/kota dan berbagai pihak lain dalam melakukan pencegahan dan penanganan kecurangan serta berkolaborasi dengan badan-badan penyelenggara jaminan sosial di berbagai negara.
Tim PK-JKN ini terdiri dari berbagai unsur mulai dari Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembanginan (BPKP), Komisi Pemberantasan Koripsi (KPK) dan BPJS Kesehatan. Tim PK-JKN juga dibentuk di tingkat provinsi, kabupaten/kota. Tugas dari Tim PK-JKN adalah menyosialisasikan regulasi dan budaya yang berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya; meningkatkan budaya pencegahan kecurangan (fraud); mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan/atau tata kelola klinis yang baik; melakukan upaya deteksi dan penyelesaian kecurangan (fraud); monitoring dan evaluasi; dan pelaporan.
Selanjutnya, BPJS Kesehatan juga telah menerapkan sistem untuk mengendalikan penerimaan gratifikasi melalui Program Pengendalian Gratifikasi. Langkah ini dilakukan untuk memastikan penerapan tata kelola yang baik, bersih, serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan kerja BPJS Kesehatan. Semua Duta BPJS Kesehatan wajib menaati kode etik BPJS Kesehatan untuk menghindarkan diri dari situasi yang berpotensi menjadi benturan kepentingan, pelanggaran hukum dan kode etik serta perbuatan tercela lainnya.
”Semoga dengan kegiatan ini kita dapat lebih meningkatkan sinergi dalam mencegah dan menangani kecurangan sebagaimana tema Hari Anti Korupsi Dunia tahun ini Sinergi Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju,” tambah Mundiharno. (***)