Waingapu.Com – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTT melihat adanya potensi privatisasi sumber air atau mata air oleh investor PT. Muria Sumba Manis (MSM) pada sejumlah lokasi di Kabupaten Sumba Timur (Sumtim). Hal itu dijabarkan Walhi dalam siaran persnya yang diterima redaksi, Senin (19/02) malam lalu.
Dipaparkan Walhi, Permasalahan yang dihadapi pada empat Kecamatan lokasi kegiatan Perusahaan yakni Kecamatan Kahaungu Eti, Umalulu, Rindi, dan Kecamatan Pahunga Lodu hampir semunya sama yakni perampasan lahan, monopoli sumber air pertanian, perusakan hutan dan lain-lain.
Walhi berpendapat, permasalahan perusakan hutan, monopoli sumber air, sangat terlihat jelas pada kasus Desa Palanggay, Desa Patawang dan Desa Wanga. Proses penyelesaian masalah tersebut pun tidak pernah selesai. Perusakan hutan di Desa Palanggay, misalnya, Pemerintah hanya memberikan surat teguran kepada perusahaan tanpa ada tindakan lainnya. Sedangkan kasus perusakan hutan dan monopoli air di Desa Wanga, Pemerintah dan Perusahaan memberikan bantuan saluran air dengan Pipanisasi. Sayangnya itu tak pernah menjadi solusi yang tepat mengingat Desa Wanga adalah daerah irigasi yang memiliki lahan sawah ratusan hektar.
Pers rilis yang dikirimkan oleh Petrus Ndamung Ng. selaku Koordinator Divisi WKR, Walhi NTT ini lebih lanjut menjabarkan, Perusahaan atau investor PT. MSM kembali berulah dengan membujuk rayu masyarakat Desa Patawang dan Wanga untuk memanfaatkan sumber air yang terletak di dalam hutan Mbula. Alasan pihak perusahaan yaitu mengangkat sumber air yang berada dalam hutan tersebut dengan menggunakan teknologi. Kemudian, air tersebut akan didistribusikan untuk kebutuhan masyarakat dan juga kebutuhan perusahaan.
Guna memuluskan rencannya, demikian Walhi memaparkan, Perusahaan pun kembali menggunakan tangan-tangan elit lokal untuk memuluskan akal bulus tersebut. Hingga proses adat meminta restu pada “Marapu” telah dilakukan pada tanggal 15 Februari 2018. kegiatan ini hanya melibatkan aktor-aktor sebelumnya yang sebenarnya sudah mendapat nilai merah dari masyarakat mayoritas. Masih kuatnya elit local dalam mendukung pada keputusan sepihak tanpa melibatkan mayoritas masyarakat. Terutama marga “Mbarapapa” selaku pemangku adat hutan dan sumber air tersebut.
Lemahnya sumber daya manusia yang mampu memahami persoalan secara khusus dari marga “Mbarapapa” seakan melanggengkan rencana para elit dan pengusaha untuk terus mengeruk sumber daya alam yang tersisa.
Terkait kondisi itu, Walhi melihat adanya potensi masyarakat dininabobokan oleh perusahaan dan pihak lainnya untuk kesekian kalinya. Hal ini didasari oleh banyak contoh nyata pihak masyarakat dininabobokan oleh janji manis perusahaan.
Rencana pengambilan sumber air di hutan Mbula merupakan langkah pihak perusahaan untuk memprivtisasi sumber daya alam yang dimiliki masyarakat Wanga. Obsesi memenuhi kebutuhan sumber air perusahaan akan berdampak rusaknya system ekologi yang selama ini masih terjaga di kawasan hutan mbula.
Mengingat sumber air yang direncanakan tersebut berada dalam hutan, maka proses pengambilannya akan berdampak pada terganggunya hutan Mbula sebagai salah satu mata rantai ekologi yang tersisa di Sumba Timur. Sebagai salah satu hutan mangrove berstatus hutan lindung harusnya tidak bisa diganggu dengan alasan apa pun. Penggunaan teknologi dalam kawasan hutan akan berdampak pada terganggunya satwa-satwa yang hidup didalamnya. Selain itu tegakan-tegakan akan menjadi korban karena membutuhkan pembersihan.
Sumber air ini merupakan satu-satunya yang belum tersentuh oleh siapa pun selama ini. Ini merupakan sumber air terakhir masyarakat setempat yang seharusnya tetap dipertahankan untuk keberlanjutan. Namun jika pemerintah dan masyarakat setempat tetap memilih diam, maka harapan satu-satunya akan menjadi miliki perusahaan tebu.
Pemerintah harus menegakkan undang-undang No 11. Tahun 1974 tentang pengairan yang menjelaskan bahwa sumber air di kuasai negara untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya bukan untuk dimiliki perseorangan atau kelompok.
Sehubungan dengan pelabagai hal dimaksud, Walhi NTT menyatakan, Pemkab. Sumtim untuk segera menindak pihak perusahaan yang berpotensi memprivatisasi Sumber air, juga berupayamencegah perusakan hutan Mbula sebagai paru-paru Sumba, menyerukan pada masyarakat Sumtim untuk menolak segala upaya pengerukan Sumber Daya Alam yang dilakukan pihak perusahaan, menyerukan masyarakat Wanga-Patawang bersatu menolak segala upaya pembodohan yang dilakukan pihak perusahaan.(ion)