Waingapu.Com – Kemarau panjang yang berdampak kekeringan hingga kini masih mendera sebagian besar wilayah di Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT. Terkait kondisi itu, sejumlah warga yang ditemui mengakui mengalami sejumlah kesulitan dan keterbatasan. Namun demikian warga hanya bisa pasrah sembari tetap menaruh harapan prahara kemarau dan kekeringan secepatnya segera berlalu.
Sekira 200 kambing dan domba setiap hari digembalakan oleh Cleopas Paraba ( 60) warga Maudjawa, Desa Kadumbul, Kecamatan Pandawai. Rerumputan berwarna kuning kecoklatan diterabasnya bersama ternak – ternak peliharaannya. Kakinya yang tak beralas, tetap setia mengikuti langkah lebih dari 400 pasang kaki domba dan kambing milkinya. Yaa, Dia harus berjalan lebih jauh karena rerumputan yang jauh lebih layak dan pantas bagi lidah ternaknya ditelusuri diantara rerumputan yang kunig, coklat dan meranggas itu.
“Mau cari yang lebih hijau mau dapat dimana lagi Pak. Yaa ikut saja ini kambing dan domba. Kalau sudah terlalu jauh dan capai baru saja halang dan putar lagi. Rumput hijau dan lebih segar sulit sudah kita dapat, tidak hujan lagi begini, mana ada rumput hijau,” ungkap Paraba menangggapi tanya media ini terkait ketersediaan pakan ternak beberapa hari lalu .
Untungnya kata dia, sumur dirumahnya walau airnya tidak sebanyak lalu, namun tidak sampai kering. “Kalau untuk minum kambing dan domba, sebentar jam satu. Saya bawa lagi ke rumah kasih minum. Lalu keluar lagi setelah saya makan dan istirahat sedikit,” tutur Paraba.
Ina Wadu (58) seorang perempuan yang ditemui terpisah di sekitar jalanan Laipori, Desa Palakahembi, juga menuturkan hal senada. “Susah rumput yang hijau dan bagus Ama (sapaan akrab untuk lelaki bagi suku Sabu, – red). Jadi begini sudah ini sapi, kurus kelihatan rangka tulang,”ungkapnya sembari menghalau puluhan ekor sapi yang digembalakannya agar menjadih dari jalanan.
“Kalau minum saya ini sapi jam dua sebentar di Hutan cemara sana, ada air disana,” tukasnya sembari menambahkan tiap hari dimusim kemarau nan terik ini, kakinya dan ternak gembalaannya harus menempuh rute lebih hampir lima kilometer.
Cleopas dan Ina Wadu, dua warga dari desa berbeda dan ditemui dalam kesempatan terpisah, miliki problema senada. Namun tak hanya itu, harapan keduanya juga senada, yakni ternak gembalaan mereka bisa bertahan, dan juga prahara kemarau segera berakhir. Hujan tidak terlampau lama enggan basahi Sabana di sekitar mereka, agar rerumputan segar dan hijau bisa mengembalikan kesegaran dan bobot ternak yang mereka gembalakan. (ion)