Genosida Budaya Adalah Kejahatan Kemanusiaan

oleh
oleh
Max Umbu Hina Jangga Kadu

(Tulisan ini sengaja saya buat untuk menyambut informasi dari eri Arfian Deta, pagi 17 Sep 2018 )

Ini cara-cara koboi…., mereka kira Sumba ini padang rumput di Texas……, KOMPENI / VOC saja tdk pernah menyabot padang rumput dan gunung. Di tahun 1771, kita orang Sumba sudah berani dan mampu menolak/ mengusir investasi skala global yang tidak sesuai dengan kepribadian kita, kita mampu menolak itu. Padahal saat itu, VOC adalah perusahaan multinasional korporat pertama dan terbesar di dunia (operasi di seluruh dunia, mencetak uang sendiri dan memiliki pasukan sendiri).

Perusahaan dagang kelas Global yang pada praktiknya menggunakan segala cara/ semua akses asal tujuan tercapai itu rupanya masih mampu memilah, mana hal – hal ‘sunnah mental’ yang tidak boleh diganggu dan mana hal-hal yang bisa dinegosiasikan, lewat pendekatan kultural sosio – cultural..(Koboi Barat itu, tidak berani mengganggu segala sesuatu yang ada kaitannya dengan budaya dan adat istiadat lokal, mereka paham dampak berdampaknya).

Baca Juga:  Apresiasi Untuk Sang ‘Maestro’ Frans W. Hebi: Trotoar Karinding - Andaluri & ‘Ensiklopedia Bernadi’

Yang sekarang ini beroperasi (yang entah sudah dalam fase eksplorasi atau eksploitasi) menerabas semua prinsip dan aturan yang ada. Yang harus dipahami bahwa adat dan budaya adalah modal pembangunan serta spirit ideologi bangsa kita. Adat dan budaya kita sudah menyumbang dan terus akan menyumbang spirit dan pemahaman berideologi kita (budaya Sumba yang ada kaitan nya dengan budaya di Flores – Ende sudah cukup banyak menyumbang spirit dan semangat pembangunan struktur dasar ideologi Pancasila).

Jika budaya dan istiadat ini diganggu maka yang paling berbahaya adalah ketika eksistensi budaya itu sendiri dicabut dari akarnya. Eksistensi budaya lokal itu ada pada hak mereka atas tanah. Jika tanah itu telah dicabut kepemilikan dan penguasaan maka hilanglah budaya itu. Benteng pertahanan ideologi bangsa kita tinggal menunggu waktu keruntuhannya, sementara di sisi lain tumbuh kembangnya ideologi lain; ideologi radikal dan ideologi-ideologi inter dan antar bangsa, terus menerabas masuk diri kita. Ideologi itu masuk dan ikut karena digandeng oleh lokomotif investasi.
Spirit bisnis asing selalu dimotivasi oleh keuntungan ekonomis yang ditopang atau yang menggandeng ideologi negara yang bersangkutan ( sosialisme, komunis, kapitalisme, dst ).

Baca Juga:  Tantangan Generasi Muda yang Kurang Peduli dengan Budayanya Sendiri

Ujung tempat investasi hanyalah pintu masuk dari hadirnya serta berpengaruhnya potensi dan kekuatan ideologi asing yang akhirnya merusak, memenjara dan menjajah kepribadian bangsa kita (setelah dicabutnya akar kepribadian bangsa, budaya dan istiadat yang eksistensinya pada tanah itu). Panah adalah koordinat eksistensi budaya istiadat masyarakat lokal kita, menggeser, menggusur serta menguasai itu tanpa hak dan sejarah dan alasan hukum yang kuat adalah bentuk penjajahan modern yang kejahatannya ribuan kali lipat dibandingkan kejahatan penjajah zaman dahulu (Portugis, VOC, Jepang, dst).

Sabotase dan pemusnahan massal (Genosida Eksistensi Budaya) adalah kejahatan kemanusiaan dan peradaban (jauh lebih berbahaya daripada sekedar kejahatan biasa ; pidana atau perdata). Bersambung

Penulis : Max Umbu Hina Jangga Kadu – Putera & Pecinta Alam & Budaya Sumba Timur

Baca Juga:  Pelaku Industri Wisata Harus Menghormati Kearifan Lokal Masyarakat Sumba

Komentar