Tulisan ini hanya sekedar ide dari secangkir kopi pahit “agen of changes” sejalan dengan perubahan,bahwa kaum muda Sumba hari ini juga mampu memberikan edukasi politik yang baik kepada masyarakat bukan sekedar politik identitas, juga bukan sekedar popularitas apa lagi kekuatan uang (politik transaksi) yang ditawarkan. Tetapi lebih jauh kaum muda hari ini tampil dengan gaya berbeda menawarkan konsep dan tindakan nyata untuk perubahan.
Seolah menembus batas (ke dunia lain) langkah kaum muda dalam dunia politik praktis kini sudah menjadi bahan diskusi di warung-warung kopi, terminal, ruang-ruang akademis dan setiap sudut kota dan desa. Ada banyak fakta di belahan dunia dimana para pemimpinnya adalah kaum muda yang tentu saja memiliki integritas dan kapasitas yang mumpuni. Contohnya saja baru-baru ini pemilihan Kepala Desa serentak di Kabupaten Sumba Timur pada tanggal 27Agustus 2018 rata-rata didominasi oleh orang muda. Saya pernah membaca salah satu opini di media lokal dimana ruang – ruang politik saat ini dipenuhi oleh para aktivis dari berbagai latar belakang. Lalu apa peran mereka? Tantangan dan peluang inilah yang sekarang terlihat jelas di hadapan kita, apakah kita mau terlibat dan mengambil bagian atau tidak? Kembali lagi kepada kaum muda yang saat ini boleh saya katakan “sangat berani” berada di rel politik praktis. Tugas terberat mereka adalah meyakinan kepada publik bahwa mereka layak untuk menempati ruang-ruang bagi pengambil kebijakan tersebut.
Perspektif publik terhadap kaum muda dalam kancah politik saat ini tentu mendapat berbagaireaksi, kritikan, tanggapan dan pujian dari publik itu sendiri. Banyak pertanyaan yang muncul tentang fenomena “demam politik” kaum muda di kancah politik lokal dan nasional. Salah satu keunggulannya adalah bahwa kaum muda dipandang sebagai energi baru yang cepat dan agresif, yang mana karakter seperti ini sangat penting berada dalam ruang kebijakan. Di sisi lain mereka pun mendapat kritikan, sejauh mana kaum muda mampu melakukan lompatan besar mengalahkan pandangan politik patron tua lewat tujuan berpolitiknya. Ini juga penting dikaji secara mendalam. Pembuktiannya bukan pada proses menang dan kalah, duduk atau tidak, tetapi lebih jauh dari itu pesan atau pendidikan poltik apa yang disajikan oleh kaum muda saat ini harus keluar dari zona politik trasaksional. Mampukah?
Pada kesempatan ini saya mencoba secara sederhana menganalisa gerakan politik kaum muda di Kabupaten Sumba Timur-NTT. Beberapa waktu lalu saya berkesempatan bertemu dan berdiskusi dengan beberapa tokoh politik, akademisi, pengusaha, aktivis, serta sesepuh atau budayawan yang berada di Kabupaten Sumba Timur. Dalam ruang – ruang dikusi tersebut banyak topik pembicaraan yang digali secara mendalam dalam konteks pembangunan Sumba Timur ke depan. Seperti apa dan bagaimana model dan karakter serta kebutuhan para politisi akan pembangunan dan pemimpin yang ideal akan disajikan secara ringan dan mendalam.
“Kenapa kaum muda dibutuhkan di Sumba”?
Awal dari sebuah diskusi ringan sewaktu saya mendengar sebuah pernyataan sederhana dari salah satu teman diskusi. Saat itu hadir di samping saya seseorang tokoh muda yang selama ini konsen dengan berbagai gerakan-gerakan sosial baik itu di isu pendidikan, budaya, kesenian, lingkungan, kesehatan, Human Trafficking dan sebagainya menyampaikan secara gamblang jawaban atas pertanyaan saya, entah ini jawaban yang tepat atau tidak, tetapi saya merasa ini titik awal dari semua kegelisahan saya.
“Politik bukan hanya sekedar kekuasaan dan uang, tetapi lebih dari itu politik adalah perkara pengabdian dan melayani tanpa pamrih” (Yonathan Hani, Politisi Partai NasDem).
Tentu saja pernyataan ini membuka diskusi bagaimana menemukan pemimpin yang memilki karakter pengabdian tanpa pamrih dalam panggung politik praktis yang sangat transaksional saat ini, sepertinya sulit ditemukan (hemat pikir saya).
Cukup dimaklumi mengapa penilaian serta pandangan sebagian publik menjadi apatis dan negatif terhadap politik, dikarenakan hasil proses pendidikan politik yang dipertontonkan oleh para politikus tidak sesuai dengan harapan publik. Banyak Kolusi, Korupsi dan Nepotisme diberbagai sektor menjadi salah satu faktor rendahnya kepercayaan dan partispasi publik dalam proses demokrasi.
Melihat kinerja politikus saat ini, membuat sebagian masyarakat semakin tidak percaya dengan politik dan politikus. Lantas bagaimana upaya merubah tatanan tradisi politik seperti ini? Tentu ini menjadi pekerjaan besar kita semua bagaimana menemukan formula yang tepat untuk menempatkan orang-orang baik (politkus baik) berada dalam sistem kebijakan.
Pandangan publik saat ini terhadap image para politikus kian mengarah pada paradigma transaksional. Suara memiliki nilai ekonomis politik,belum lagi soal kasus yang menimpa oknum anggota DPR di Kabupaten Sumba Barat Daya (kasus narkoba). Fakta inilah yang sedang terjadi dalam praktik – praktik dan perilaku politikus kita saat ini. Begitu banyak perilaku oknum wakil rakyat yang tidak sesuai dengan rel politiknya (menghalalkan segala cara), maka tidak heran banyak lembaga gencar memerangi praktek – praktek money politic. Gerakan memerangi ini tentu saja untuk menghindari produk kepentingan kelompok atau golongan yang akan dilahirkan. Banyak yang tidak sejalan dengan keinginan masyarakat atau tidak sesuai dengan harapan publik akan mimpi memiliki wakil rakyat yang mengedepankan pada perjuangan aspirasi rakyat. Namun, sayang sekali mereka terlanjur dipercaya publik.
Sumba Timur dalam konteks demokrasi hari ini juga menghadapi persoalan yang sama terkait dengan keinginan atau harapan publik untuk melahirkan wakil rakyat yang ideal (dalam arti sejalan dengan keinginan rakyat), namun belum terwujud secara baik. Hal ini dikarenakan oleh banyak faktor baik itu lingkungan, budaya, politik dan ekonomi.
Peran serta kaum mudalah yang saat ini diperlukan untuk mendorong orang-orang yang memiliki kapasitas, integritas dan loyalitas berada dalam ruang kebijakan untuk membuat dan mengawasi jalannya berbagai produk kebijakan yang ada sehingga bermuara tepat pada persoalan dan kebutuhan publik. Tentu ini membutuhkan kekuatan bersama dan pemikiran yang sama untuk melahirkan wakil rakyat yang diisi oleh orang-orang baik.
Hari ini banyak tokoh muda yang terjun ke dunia politik praktis dengan berbagai slogan kampanye dan bendera yang beragam. Publik pun menerima gerakan politik kaum muda ini sebagai bentuk dari perkembangan demokrasi. Ruang ini sangat terbuka bagi anak muda untuk berada dalam ruang-ruang pengambilan kebijakan,tinggal bagaimana kita sebagai generasi muda melihat ini sebagai peluang untuk mewujudkan perubahan dan mengisi ruang-ruang tersebut sesuai keinginan kita tadi (ideal).
Tokoh muda seperti Yonathan Hani politikus dari partai Nasional Demokrat (NasDem)yang saat ini juga kembali bertarung dalam pemilihan legislatif 2019 di Kabupaten Sumba Timur-NTT. melihat bahwa ada potensi positif dari gerakan anak muda yang saat ini terjun ke dunia politik. Adaenergi baru, semangat baru dimana saat ini anak muda berani menunjukkan kualitas diri mereka untuk berada dan mengambil kesempatan untuk membangun Sumba Timur yang lebih baik lewat jalur politiknya masing-masing. Harapannya adalah anak muda dapat memberikan energi dan pemikiran positif untuk pembangunan di Sumba Timur. Ini adalah komitmen bersama kita semua sebagai generasi muda untuk terus bersama-sama membangun daerah.
Yonathan Hani merupakan figure muda Sumba Timur yang saat ini menjabat sebagai ketua Partai NasDem di Kabupaten Sumba Timur, sekaligus juga sebagai anggota DPRD periode 2014-2019 dari partai NasDem. Prestasi besar ini bukanlah datang secara instan (cepat saji), tetapi melalui proses yang begitu panjang dan membutuhkan waktu yang lama. Membangun komunikasi yang baik merupakan salah satu kunci seorang tokoh muda seperti Yon Hani untuk diterima diseluruh kalangan anak muda dan orang tua di lingkungan politiknya. Karakter seperti inilah yang diharapkan masyarakat bagaiamana seorang pemimpin harus dekat dengan rakyat dan tentu saja melayani dengan ikhlas.
Pada akhirnya saya melihat fenomena dari kehadiran tokoh politik muda di Sumba Timur menjadi jawaban dari tantangan politik itu sendiri ketika berhadapan dengan pandangan patron politik tua (bukan dalam konteks mengabaikan tokoh politikus tua). Namun, ini sebagai bentuk respon politikus muda untuk memberikan pemikiran dan tindakannya dalam ruang kebijakan (DPR). Tentu saja ini tidak berjalan mulus karena masih banyak yang berpikir dalam ruang politik praktis kaum muda saat ini hanyalah sebagai “Balon-balon kosong”. Paradigma inilah yang harus kita perangi bersama karena kaum muda harus diberikan akses dan kesempatan poltik yang luas, apa lagi jika ada kaum muda yang benar-benar memilki karakter dan prinsip politik yang baik tentu harus diperjuangkan!!!
Akhirnya saya menyimpulkan bahwa ada gerakan perubahan seperti yang sering digaungkan oleh beberapa kalangan muda, bahwa perubahan itu tidak bisa dilakukan secara invidu tetapi butuh kebersamaan, kekuatan, keyakinan di dalam berbagai dimensi. Inilah yang menjadi landasan sebuah perubahan kaum muda (politikus) dengan gaya komunikasi politik yang beragam. Semoga mereka dapat menyajikan pertandingan yang berkualitas dan keluar dari patron politik transaksional dan politik identitas.[*]
Penulis: Deddy F. Holo – (Anggota FP2ST dan Sahabat Alam Walhi NTT)