Waingapu.Com – Sidang perdana dalam perkara pencemaran nama baik yang ditenggarai dilakukan oleh Ali Oemar Fadaq (AOF) yang menjadi terdakwa, dengan korban atau pelapor, Gidion Mbiliyora (GBY) mantan bupati, terlaksana sejak pukul 09:15 WITA, Rabu (08/06/2022) pagi lalu. Ruang Cakra Pengadilan Negeri Sumba Timur, NTT, menjadi lokasinya. Ada suasana yang tercipta pasca arahan dan harapan yang disampaikan Ketua Majelis Hakim, dimana AOF dan GBY saling berjabatan tangan, hingga memantik aplaus khalayak yang hadir menyaksikan sidang kala itu.
Sebagaimana disaksikan kala itu, sejak pukul 12:05 WITA, Hendro Sismoyo, selaku Ketua Majelis didampingi dua Hakim Anggota, masing-masing Albert Bintang Partogi dan Muhammad Cakranegara, menggugah hati GBY dan AOF sebagai sosok negarawan untuk memberikan contoh atau menjadi role model bagi masyarakat dan generasi muda, memohon maaf dan memberikan maaf. Hal itu kata Hendro ditandai dengan saling berjabatan tangan di depan majelis dan warga yang hadir saat itu. Dan tepat pukul 12:15 WITA moment yang diharapkan itupun terwujud.
Selepas sidang diskors untuk ISHOMA, GBY yang kepada wartawan di depan ruang Cakra menyatakan, sudah memaafkan AOF sebanyak tiga kali, termasuk yang terjadi beberapa saat berselang di depan majelis hakim.
“Memang sebenarnya dari awal, dari restorative justice itu saya katakan bahwa dari perbuatan itu ok saya sudah maafkan tapi proses hukum tetap jalan. Dan itu juga yang terjadi tadi,” tandas GBY.
“Tadi kali ketiga sudah, kan tidak ada pengakuan dari yang bersangkutan (AOF, – red) sendiri,” timpal GBY ketika ditanya perihal berapa kali sudah suasana serupa, saling berjabat tangan itu terjadi.
Beberapa saat berselang, AOF kepada wartawan mengatakan, menghormati proses hukum yang berjalan. Ketua DPRD Sumba Timur itu juga menegaskan, upaya untuk memohon maaf sudah pernah dilakukannya, namun selalu tertutup.
“Saya dari awal, seajk restorative justice di kejaksaan, dua kali saya sampaikan permohonan maaf. Cuman saya tahu bahwa kita orang Sumba ada budayanya yang harus diikuti. Nah waktu saya sampaikan permohonan maaf, dimaafkan tapi juga disampaikan bahwa ini tetap berjalan sampai ke pengadilan. Jadi menutup saya punya celah untuk melakukan hori la humba atau permohonan damai secara adat Sumba,” paparnya.
Situasi itulah, lanjut AOF yang membuatnya merasa tidak lagi punya kesempatan lagi untuk berdamai dengan GBY sebagai korban atau pelapor. Kendati demikian, pihaknya tetap menyatakan rasa hormat pada GBY.
“Sudah jelas saya minta maaf bukan sekedar karena permintaan, tapi memang kalau pernyataan saya itu dianggap salah, saya minta maaf. Saya juga biasa minta maaf dimana-mana dan itu tidak membuat ada yang hilang dari saya, nothing to lose,” timpal AOF.
Masih di lokasi pengadilan, Muhammad Rony, selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) menggatakan, karena tidak adnaya keberatan dalam sidang terkait dakwaan, pihaknya lantas menghadirkan empat orang saksi, termasuk satu saksi korban. Ditambahkannya, terkait proses persidangan perkara ini, pihaknya menyiapkan 14 orang saksi.
Adapun empat orang saksi yang telah dihadirkan dan jalani pemeriksaan masing-masing GBY sebagai saksi korban, Imanuel Jackson Rihi dan Dominggus Lalo. Saksi lainya yakni Palulu P. Ndima, mantan ketua DPRD dan juga Ketua DPD II (dua) Partai Golkar Sumba Timur. (ion)