Walhi Nilai Pemerintah NTT Gagal Kelola Lingkungan Hidup

oleh
oleh
hari lingkungan hidup

Waingapu.Com – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT menilai Pemerintahan di NTT gagal mengelola lingkungan hidup. Hal itu disampaikan Walhi dalam siaran persnya yang diterima redaksi Waingapu.Com, Senin (05/06) sore lalu.

Siaran Pers Wahi NTT dalam kaitan Hari Lingkungan Hidup sedunia yang diperingati setiap tanggal 05 Juni itu memaparkan sejumlah persoalan lingkungan hidup yang mereka cermati. Diantaranya adalah degradasi lingkungan yang terus terjadi akibat eksploitasi sumber daya alam hingga pencemaran lingkungan oleh berbagai jenis limbah. Juga Praktek eksploitatif, tanpa adanya upaya pemulihan lingkungan pasca tambang di NTT.

Walhi mencontohkan pemulihan lingkungan pasca tambang tidak dilakukan oleh PT. Semen Kupang. Ironisnya PT. Semen Kupang telah mengalami kebangkrutan. Pencemaran di sekitar pantai teluk Kupang juga sampai saat ini telah membuat kualitas lingkungan menurun. Menurut pengakuan nelayan, limbah telah membuat hasil tangkapan mereka menurun. Nelayan mengaku harus melaut lebih jauh lagi untuk mendapat ikan yang lebih banyak.

Baca Juga:  Ini Kata GBY Terkait HPN & Aksi Tanam Seribu Anakan Mangrove

Walhi NTT mencatat 309 ijin pertambangan yang ada hampir semua kabupaten di NTT yang urusan daya dukung lingkungannya selalu diabaikan. Menurut Walhi setiap tahun berdasarkan analisis data krisis air dari BPBD, ada 10-15 persen desa di NTT krisis air. Analisa Krisis Air oleh WALHI NTT didasarkan pada Tata Kuasa, Tata Kelola, Tata Produksi hingga Tata Konsumsi, 70 persen kawasan di NTT mengalami krisis air.

Masih dalam siaran persnya Wahi menyebutkan ada 16 Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yang terancam keberlanjutannya akibat praktek perambahan di kawasan hulu. Laju kerusakan hutan mencapai belasan ribu hektar dan akan terus bertambah mengingat model pembangunan di NTT yang masih mengabaikan lingkungan hidup.

Akibat dari kerusakan daya dukung lingkungan dan kegagagalan pembangunan telah mengakibatkan NTT mengalami krisis pangan sebagai kebutuhan dasar warga. Mengutp catatan BI, Walhi menyebutkan NTT merupakan pengimpor terbesar di Indonesia dari sektor konsumsi yakni sebesar 82 persen.

Baca Juga:  WALHI NTT Lakukan Pendidikan Hukum Perlindungan Wilayah Pesisir & Nelayan di Sumba Timur

Dalam siaran pers ini juga disebut oleh Direktur Eksekutif Nasional WALHI NTT, Nur Hidayati, Peringatan hari lingkungan hidup se dunia kali ini seharusnya menjadi refleksi bagi semua pihak terutama pemerintah NTT sebagai pemegang mandat kekuasaan untuk memperbaiki keterpurukan dalam konteks daya dukung lingkungan.

Dalam catatan Walhi NTT, hingga kini ada satu kasus lingkungan hidup oleh perusahan yang ditindak secara hukum oleh pemerintah NTT. Walhi mencontohkan kasus penghancuran hutan alam primer oleh PT. MSM di Palanggai, Sumtim tidak ditindak.

Keberpihakan dalam bidang anggaran lingkungan hidup ( Dinas Lingkungan Hidup) juga dicermati Walhi di NTT rata-rata tidak sampai 1 persen dari APBD. Padahal sumber PAD terbesar NTT berasal dari upaya-upaya ekonomi yang menempatkan lingkungan sebagai sumber utama. Seperti pertanian dan peternakan.

Dalam siaran persnya juga Walhi menyatakan sejumlah harapan diantaranya, penegakan hukum lingkungan yang telah diatur dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di NTT oleh segenap pihak pemerintahan di NTT terhadap aktivitas korporasi yang merusak alam, Pemerintah NTT harus melakukan inventarisasi menyeluruh terhadap berbagai kekayaan lingkungan hidup untuk pengelolaan yang lestari dan berkeadilan.

Baca Juga:  Terkait Kredit Bank NTT: Penyidik Kejari Penuhi Panggilan DPRD

Pemerintah NTT juga diminta memperkuat kebijakan penganggaran untuk penguatan dan pemulihan lingkungan hidup. Baik di daratan, laut dan udara, menghentikan pengeluaran ijin tambang baru dan mengevaluasi semua perijianan yang telah dikeluarkan. Juga ajakan pada warga aktif dan mengkritisi segala kebijakan pembangunan di NTT yang bisa berdampak pada kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak hak masyarakat, terutama hak masyarakat adat.

Juga meminta Pemerintah menghentikan pemberian ijin terhadap berbagai jenis investasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan warga yang hidup di propinsi kepulauan ini.(ion)

Komentar