Waingapu.Com – Sekira seratusan warga asal Kecamatan Umalulu, Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT, Senin (13/05) siang lalu mendatangi Mapolres setempat. Kepada aparat yang menerima mereka di SPK dan juga kepada para awak media, mereka mengaku datang untuk menyerahkan diri guna diperiksa dan kemudian dijadikan ‘Tersangka’ (TSK) dan tahanan berjamaah.
“Ini karena adanya ketidakberesan dalam pengukuran lahan ulayat kami awalnya. Ada hak – hak ulayat yang terabaikan. Pasahal di dalam surat penolakan tentang pengukuran lahan itu ada empat piuluh lebih oran gyang tanda tangan, kenapa hanya tiga atau empat orang yang jadi tersangka, bila perlu semua saja, atau minimal yang tanda tangani surat penolakan,” jelas Alexander Kopa Rihi, salah satu warga yang ditemui di halaman Mapolres kala itu.

Lebih lanjut Alexander menyatakan, warga yang bersama dia saat itu berasal dari gabungan sejumlah desa dan kampung di Kecamatan Umalulu. “Ini hanya karena terbatas di truck saja kami pak, kalau tidak bisa ribu yang datang. Tadi kami pending yang lain yang mau gabung, juga ada dari Kecamatan Rindi sebenarnya, tapi yaa itu tadi, kami terbatas di angkutan,” imbuhnya.
Kesiapan untuk diperiksa dan ditahan juga diutarkaan oleh warga lainnya saat itu. “Kami juga siap diperiksa dan ditahan. Jangan hanya tiga rekan kami, kami juga siap dijadikan tersangka dan di tahan, kami ikut tanda tangan surat penolakan juga saat itu,” timpal Umbu Ndapa Tamu, yang diamini rekannya Hina Hungga, Hunda Hainga Bahi, dan Jamaludin.

Menanggapi aksi itu, Wakapolres Sumtim, Kompol Vitalis Ngg. H. Sobak, kepada wartawan di ruang kerjanya, pasca menerima perwakilan massa menegaskan, pihaknya tetap melakukan proses hukum sebagaimana aturan yang berlaku. “Kami hormati aksi mereka kesini dan bahkan kesiapan warga untuk diperiksa dan bahkan ditahan. Tapikan aparat tidak bisa serta merta jadikan seorang terperiksa dan kemudian ditahan hanya karena desakan pihak lain atau massa. Jadi saya minta mereka tadi untuk kembali, dan soal kawan atau kerabat mereka yang telah jadi tersangka itu ditahan atau tidak, saya tidak belum bisa menjawabnya. Bisa ditahan bisa juga tidak,” urainya.
Wakapolres juga mengakui, sempat mengutarakan kepada perwakilan massa, sehubungan dengan kesannya yang merasa terancam. “Saya bilang ke mereka, jangan paksa saya, dengan datang bersama massa banyak begini ini mengancam kami, ini mengancam kami untuk tidak berbuat atau melakukan proses hukum. Saya dan anabuah saya bisa pula memaksa bapak dan massa yang ada diluar untuk dibawa keluar dari markas ini, jadi saya minta merewka dnegan sangat untuk kembali dengan tertib,” imbuhnya.

Adapun informasi yang berhasil dirangkum dari warga yang mendatangi Mapolres saat itu, juga dari rangkuman beberapa sumber menyebutkan, rentetan peristiwahingga kedatangan massa itu diawali dari keberatan warga masyrakat hukum adat Umalulu kepda ATR/BPN terhadap pengukuran lahan yang olehh masyarakat adat disebut sebagai kawasan ulayatnya. Penolakan itu ditanda tangani oleh 41 warga. Terkait dengan itu, kemudian dilaporkan oleh camat Umalulu atas dugaan pencemaran nama baik. Tiga orang warga kemudian di tetapkan sebagai TSK oleh penyidik Polres setempat.
Ketiga figur yang telah ditetapkan sebagai TSK, masing – masing Tommy Umbu Pura, Paulus Umbu Manang, dan Umbu Agung Lakar Hawula. Ketiganya ditetapkan sebagai TSK atas kasus ppencemaran nama baik berdasarkan pasal 310 KUHP. “Kami sudah ajukan pula untuk digelar perkaranya, namun hingga kini tidak dijawab dan digubris aparat. Jadi besok atau lusa pengacara kami dari tim Lokataru akan datang, dan selanjutnya mendampingi kami untuk perjuangkan hak kami dan juga keadilan,” tandas Tommy Umbu Pura, di sela – sela kebersamaannya bersama warga lainnya menikmati sirih pinang di pelataran Mapolres. (ion)