Waingapu. Com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan peringatan keras pada manajemen Hotel Lelewatu dan disisi lain Hotel Nihi atau Nihiwatu diberikan apresiasi. Hal itu terungkap dalam rilis yang diterima media ini dari KPK dalam agenda kerjanya di Kabupaten Sumba Barat, NTT. Selama di sana KPK melakukan Rapat Koordinasi (Rakor) Pencegahan Korupsi di ruang pertemuan Bupati setempat, Kamis (01/07) dan juga melakukan peninjauan lapangan.
“Saat Kami berkunjung ke Hotel Nihiwatu, perwakilan manajemen siap memberikan data pengunjung secara host-to-host ke pemda, kami pikir ini bagus ya. Yang patuh menawarkan diri untuk berbagi data. Dapat mendorong kapasitas fiskal Pemda. Sedangkan untuk pelaku usaha yang abai dan tidak kooperatif, kami berikan peringatan,” papar Ketua Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria.
Dijelaskan dalam rilisnya, selama di Sumba Barat, KPK menyempatkan untuk berdiskusi dengan dua pihak manajemen hotel, yaitu Lelewatu dan Nihiwatu. KPK menyampaikan apresiasinya kepada manajemen Nihiwatu karena telah patuh dengan peraturan dan rutin menjalankan kewajibannya membayar pajak daerah.
“Penting bagi pemda untuk memetakan seluruh wajib pajak. Ditemukan ada wajib pajak hotel aktif yang tidak tercatat di pemda,” tegas Dian.
Kepala Bidang Aset Erens Djami mengatakan bahwa tahun 2019 total penerimaan pajak hotel sebesar Rp18 Miliar. Dari nilai tersebut terdapat Hotel Nihiwatu mempunyai kontribusi terbesar atas penerimaan pajak hotel, yakni hingga 91 persen. Hal berbeda justru terjadi pada Hotel Lelewatu, dijelaskan Erens, hotel ini belum membayar pajak daerah sejak 2019 atau sejak pertama kali hotel itu dibuka.

Sehubungan dengan penunggakan itu, Pemda bersama KPK memberi peringatan dengan pemasangan plang di depan hotel sebagai penanda belum membayar pajak sesuai Perda Kab Sumba Barat Nomor 19 tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Berdasarkan laporan self-assesment pihak Lelewatu, total tunggakan Januari 2019 hingga Januari 2020 sebesar Rp. 96 juta di luar denda sampai dengan Maret 2021 sebesar Rp. 38 juta.
“Ini sudah empat kali pihak pemda datang dan menemui empat orang yang berbeda. Pemda juga sudah surati sebanyak dua kali namun infonya tidak pernah tersampaikan ke manajemen yang katanya berkantor di Bali. Sampaikan ke pimpinan tolong jangan ditahan karena ada sanksinya bahkan hingga pidana,” tegas Dian.
KPK mengingatkan jika pertemuan kali ini tidak ditindaklanjuti, penyelesaian berikutnya dapat berupa tagihan paksa sampai dengan penyegelan. Pemda dapat juga menyerahkan penagihan ke Kejaksaan selaku Jaksa Pengacara Negara. Untuk itu, KPK meminta pihak Manajemen Lelewatu kooperatif dengan segera lunasi tunggakan pajak dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Daal rilis itu KPK juga menyebutkan hadir menerima kunjungan pemda dan KPK, Financial Controler Hotel Lelewatu Adam Gunawan. Dia berjanji akan segera mengkomunikasikan hal ini ke pemilik hotel sambil menunggu Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang akan dikeluarkan pemda paling lambat pekan depan.
Inspektur Kabupaten Sumba Barat Ledi Lagu menyampaikan bahwa apa yang dilakukan pihaknya tidak bermaksud untuk menghambat investasi. Pemda berkepentingan agar investasi tumbuh, tapi tidak menjadi alasan untuk pelaku usaha tidak menjalankan kewajiban pajaknya.
“Mari kita benahi bersama-sama secara transparan agar pariwisata tumbuh, tapi pada saat yang bersamaan pemda juga mendapatkan haknya agar masyarakat di daerah ini juga mendapat manfaat dari pajak yang taat disetorkan,” tukas Ledi.
Hal yang mencuat juga saat diskusi adalah sulitnya mendeteksi kewajaran nilai transaksi jual beli tanah yang dilaporkan ke pemda. Apalagi acuan NJOP bidang tanah di Sumba Barat belum dimutakhirkan. Kondisi ini berpotensi hilangnya pendapatan pajak BPHTB dan PBB yang signifikan. Ini perlu menjadi atensi pemda mengingat tingginya nilai pasar bidang tanah khususnya di Pulau Sumba yang potensi pariwisatanya sudah mendunia.
Untuk itu KPK langsung menyarankan agar pemda segera bekerja sama dengan BPN setempat untuk mengakses sistem Informasi Hak Tanggungan Elektronik yang memuat Informasi lengkap terkait transaksi jual beli yang sertifikatnya diagunkan ke pihak perbankan.
Bupati Yohanes Dade dalam rakor itu menyampaikan bahwa untuk penertiban aset para pejabat yang memasuki masa pensiun, Pemkab Sumba Barat telah melakukan penarikan aset yang digunakan sebagai fasilitas. Dalam kesempatan yang sama juga dilakukan penandatanganan pakta integritas.
“Kami berterima kasih kepada KPK yang telah memberikan dukungan dengan Pakta Integritas ini. Kehadiran KPK bukan untuk mencari kesalahan kita tapi justru mendorong agar jajaran Pemda dapat bekerja dengan baik dan aset pemda bisa dikelola dengan baik,” kata Yohanes sembari berharap penandatanganan ini dilakukan oleh para pejabat secara sadar karena dorongan kewajiban dan tanggung jawab untuk mendahulukan kepentingan bangsa dan Negara, serta menghindari dari perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai korupsi, kolusi dan nepotisme.
“Dalam implementasinya Pakta Integritas Aset ini harus dilakukan secara berjenjang di perangkat daerah masing-masing. Saya berharap penandatanganan Pakta Integritas Aset ini akan menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab kita sebagai abdi negara,” ungkap Yohanes. (ion)